NTV Prime: Jadi Saksi Ahli Kasus Guru Honorer Supriyani, Susno Duadji: Ini Mirip dengan Kasus Vina Cirebon

Nusantaratv.com - 05 November 2024

Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV/tangkapan layar NTV
Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV/tangkapan layar NTV

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com-Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menjadi saksi ahli dalam sidang perkara penganiayaan terhadap anak polisi dengan terdakwa guru honorer Supriyani di Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (4/11/2024). 

Selain Susno Duadji, sidang juga menghadirkan pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri sebagai saksi ahli. 

Susno menilai kasus yang menjerat guru Supriyani mirip dengan kasus Vina Cirebon. Banyak keanehan dan kejanggalan dalam proses hukum yang diberlakukan. 

"Pertama, saya meninjau dari segi penyelidikan dan penyidikan karena pintu daripada perkara ini berawal dari penyelidikan dan penyidikan. Ternyata penyelidikan tidak dilakukan karena tidak tertangkap tangan. Mereka seolah langsung saja memotong jalur ke penyidikan tapi penyidikan pun belum ada laporan polisi," beber Susno Duadji saat menjadi narasumber dalam Dialog NTV Prime di NusantaraTV, Senin (4/11/2024) malam. 

"Contohnya apa? Dia telah melakukan penyitaan sapu, memanggil, memeriksa. Padahal laporan polisi belum ada. Ini bukan tertangkap tangan. Kecuali kalau tertangkap tangan bisa ke situ, imbuhnya. 

Menurut Susno kasus ini semestinya kasus ini tidak sampai ke pengadilan. Mengapa? Karena dari filter penyidikan perkara ini tidak ada buktinya. 

"Mari kita lihat saksi saksi dewasa. Hanya berapa orang saksi dewasa.  Bukanlah saksi yang melihat, mendengar, menyaksikan langsung tapi saksi yang dapat cerita," tuturnya. 

"Kemudian ada saksi anak. Saksi anak menurut hukum acara kita kan bukanlah saksi. Tapi keterangan dia bisa dipakai untuk memperkuat saksi dewasa yang disumpah. Berarti saksi sudah sangat-sangat lemah," lanjutnya. 

"Kemudian keterangan ahli. Keterangan ahli hanya berdasarkan visum. Visumnya sangat lemah. Dipukulnya  dengan gagang sapu hijjau bulat tapi kok lukanya luka benda tajam? Goresan. Itu enggak masuk akal juga," sambungnya. 

"Kemudian yang ketiga surat yang dibuat surat itu mungkin visum atau apa saya enggak tahu. Lemah juga," imbuhnya.

"Keempat keterangan tersangka yang sekarang menjadi keterangan terdakwa. Tersangka atau terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Nah itu dari nilai kualitas. Kemudian cara mengambil keterangannya. Cara mengambil keterangannya ini terlalu berpusat atau berfokus pada pengakuan terdakwa atau tersangka di polisi yaitu dengan dibujuk. Dibujuk kalau kamu mengaku ini bisa minta maaf bisa dan sebagainya. Ini sudah enggak enggak benarlah. Artinya proses penyidikannya Ini sangat-sangat lemah," imbuhnya. 

Dengan kondisi tersebut, kata Susno, diharapkan pada tingkat jaksa penuntut ini perkara ini dikembalikan P19 atau ditolak tidak menjadi P21. 

"Tetapi aneh pada jaksa penuntut perkara ini langsung diterima. Enggak tahu berapa kali P19nya. Dari segi berkas sudah cukup, sudah lengkap kelengkapan berkasnya. Loh! Ini kan pidana. Pidana itu bukan kelengkapan formal diuji pembuktiannya secara materil. Kebenaran materil," tandasnya. 

Susno menyebut nampaknya penanganan kasus ini grasa-grusu atau tergesa-gesa. 

Terlebih penyidik harusnya memperhatikan soal aturan terkait perlindungan guru. 

"Ada enggak peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan guru. Ternyata ada PP tahun 2004 pasal 39 ayat 1 Pasal 40. Apalagi kalau ini tidak terbukti," ucapnya. 

Ditanyakan apakah permasalahan yang terjadi antara guru Supriyani dengan salah satu murid di sekolah tempatnya mengajar pantas dilihat sebagai satu tindak pidana? 

"Kan sudah ada yurisprudensi yang mengikat sekali yaitu pasal 39 ayat 1 Pasal 40 pasal 41 42. Itu sepanjang tidak berlebihan tidak bisa dituntut, tidak bisa dihukum," ujarnya. 

Seandainya yakin menurut alat bukti, kata Susno, yang ada justru semua alat bukti itu menunjukkan bahwa peristiwa pemukulan atau peristiwa penganiayaan itu tidak ada. 

"Ini mirip kasus Cirebon (kasus Vina). Kalau kasus Cirebon kecelakaan lalu lintas dirubah menjadi pembunuhan. Kalau ini entah kasus dia jatuh, entah kasus dia berkelahi, entah kasus ini terjadi di rumah atau di mana. Tapi dibuat menjadi gini," paparnya. 

"Wong Bu Supriyani ini tuh guru kelas 1B kok peristiwanya ini di 1A. Hebat benar guru menjajah ke kelas lain. Kan ada guru kelasnya," pungkasnya. 

 

 

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close