Nusantaratv.com-Juru Bicara Presiden Terpilih Prabowo Subianto , Dahnil Azhar Simanjuntak menggulirkan wacana pembentukan Presidential Club atau Klub Mantan Presiden.
Nantinya Presidential Club akan diisi oleh para mantan Presiden RI yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo (akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024).
Lantas apa urgensi pembentukan Presidential Club? Apakah ini proses 'penjinakan' politik agar semua kelompok mendukung habis Pemerintahan Prabowo-Gibran?
NusantaraTV melalui program Dialog NTV Prime bertajuk Klub Para Mantan Presiden, Jumat (3/5/2024) mencoba mengulik wacana Presidential Club lebih dalam bersama tiga narasumber yakni Ujang Komarudin Analis Politik, Jayadi Hanan Direktur Eksekutif LSI dan
Joanes JokoTenaga Ahli Utama Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden.
Menurut Ujang Komarudin wacana Presidential Club yang digaungkan Dahnil Simanjuntak bukan lah mengarah pada koalisi. Dengan demikian tidak ada kaitan dengan kalkulasi jumlah kursi parpol yang dipimpin mantan presiden di parlemen.
Ujang melihat melalui Presidential Club Prabowo Subianto tampaknya ingin menyatukan tokoh-tokoh bangsa yang selama ini tidak akrab alias berkonflik.
"Jadi, kalau dalam konteks itu, saya anggap positif. Tapi dalam konteks koalisi, sesuatu yang berbeda. Misalkan, Ibu Megawati masuk ke Presidential Club, pun begitu. Ibu Mega bisa pilihannya di luar pemerintahan, bisa menjadi oposisi, karena itu pilihan. Tetapi, apapun itu, saya melihat, kalau kita ambil yang positifnya, saya melihat ada pesan yang besar dari Prabowo kepada publik untuk menyatukan tokoh-tokoh bangsa dalam satu wadah," kata Ujang Komarudin.
Terkait wadahnya, kata Ujang, apakah formal atau informal hal itu tergantung Prabowo.
"Tapi menjadi penting, karena ini kan dalam konteks sejarah. Tidak bagus, ketika lama-lama berseteru, lama-lama berkonflik. Kalau levelnya sudah negarawan, tokoh bangsa maka sekencang apapun perbedaannya, sekuat apapun permusuhannya harus selalu bersatu untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara," ujarnya.
"Ini namanya panggung untuk semua mantan presiden. Bukan hanya untuk Pak Jokowi," lanjutnya.
"Pak Prabowo butuh masukan dan nasihat. Di saat yang sama Pak Prabowo ingin menjadi juru damai dalam konteks menyatukan kekuatan yang besar tokoh-tokoh bangsa tersebut," imbuhnya.
Ujang mengatakan dalam konteks silaturahmi, curah ide dan gagasan untuk memberi masukan sangat baik. Akan tetapi menurut Ujang masih ada luka-luka yang belum tuntas yang belum selesai yang harus diselesaikan dulu.
"Karena bagimanapun sebagai tokoh bangsa sebagai negarawan tidak mungkin bisa membangun kebersamaan ide dan gagasan ataupun tindakan tanpa adanya persatuan. Ini harus clear dulu. Dan saya sepakat memang itu adalah positif untuk bangsa sesuai dengan kebutuhan Pak Presiden," ucap Ujang.
"Yang penting bagaimana bisa mempersatukan tokoh-tokoh bangsa tersebut dalam satu wadah untuk memberikan masukan kepada Pak Prabowo," tukasnya.
Tidak Urgen Tapi Boleh
Direktur Eksekutif LSI Jayadi Hanan berpandangan jika terealisasi nantinya Presidential Club juga akan masuk ke ranah politik praktis.
"Mau tidak mau karena dua mantan presiden itu masih ketua umum partai, lalu nanti presidennya Prabowo tampaknya masih ketua partai juga. Maka klub mantan Presiden itu tidak hanya bersifat normatif kebangsaan, tapi dia juga masuk ke ranah politik praktis," tutur Jayadi.
"Masing-masing pasti memiliki kepentingan-kepentingan politik yang sifatnya jangka pendek, menengah, yang harus menjadi tanggung jawab mereka. Nah, kan di situ jadi pertanyaannya, Apakah bisa? Misalnya, Ibu Mega memilih posisi partainya menjadi oposisi di parlemen atau di pemerintahan, tapi dia kemudian menjadi anggota the Presidential Club. Bisa aja secara normatif mantan presiden otomatis menjadi anggota The Presidential Club, tapi untuk mengharapkannya aktif di kegiatan-kegiatan The Presidential Club belum tentu terjadi," kata Jayadi.
Atas dasar itu, Jayadi menilai keinginan institusionalisasi Presidential Club tidak urgen.
"Tapi inisiatif membentuk Presidential Club boleh saja," tandasnya.
Sementara itu, ketika ditanyakan apakah lembaga Wantimpres secara nomenklatur dapat ditingkatkan menjadi Presidential Club yang diisi para mantan presiden dan tokoh, Joanes JokoTenaga Ahli Utama Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden mengatakan segala hal pasti memungkinkan.
"Tetapi terkait masalah Presidential Club ini kan masalah institusional terhadap suatu nakwa atau suatu semangat. Apakah institusi itu menjadi sesuatu yang urgen atau tidak penting atau tidak itu lain urusannya. Yang penting adalah kita harus tahu dulu bahwa ada satu semangat bahwa kita ini kan ada agenda konstitusi 5 tahun. Setiap 5 tahun kita pasti akan berkompetisi dalam menentukan kepemimpinan nasional. Seringkiali dalam kompetisi ini memunculkan sesuatu persaingan yang ujung-ujungnya akhirnya menjadi satu kendala komunikasi," kata Joanes Joko.
"Sebenarnya semangat utama dari Presidential Club atau apapun itu kan terjadi nya komunikasi silaturahmi yang rutin antara para pemimpin-pemimpin bangsa. Silaturahmi ini ini menjadi sesuatu yang baik. Kenapa baik? Karena kalau masyarakat melihat Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi dan Pak Prabowo bisa duduk bersama, bisa komunikasi bersama itu menjadi sesuatu yang sejuk. Menjadi sesuatu yang produktif dalam kita melihat permasalahan-permasalahan kebangsaan," tambahnya.
Joko menambahkan kalau pemimpinnya sudah bersatu terlepas ada kepentingan-kepentingan masing-masing tetapi dalam menyelesaikan kepentingan itu melalui proses-proses dialogis yang baik maka itu akan menjadi sebuah kekuatan Indonesia sebagai sebuah bangsa untuk melangkah ke depan menjadi bangsa yang maju dan beradab.