Nusantaratv.com-Praktisi hukum yang juga anggota tim kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM menilai ada kejanggalan dalam putusan Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali pada terpidana kasus kematian Vina dan Eki.
Menurut Toni putusan MA hanya untuk melindungi tiga lembaga negara yakni Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung.
Toni menilai janggal alasan MA menolak permohonan PK karena dianggap tidak menemukan adanya kesalahan dalam putusan hakim yang menjatuhkan vonis kepada Rivaldi Cs pada tingkat judex facti tahun 2016.
Selain itu Toni juga mengkritisi alasan MA yang tidak menemukan novum atau alat bukti baru padahal menurut Toni tim kuasa hukum para terpidana telah membawa sejumlah novum dalam sidang PK yang digelar di Pengadilan Negeri Cirebon beberapa bulan lalu.
"CCTV yang tidak dibuka walaupun Dony Irwanto dan Gugun Gumilar mengecek CCTV di lokasi kejadian namun belum dibuka. Ini jelas janggal artinya tidak ada alat bukti dari CCTV itu mengarah kepada bahwa para terpindan itu melakukan tindak pidana," beber Toni RM seperti diberitakan Nusantara TV dalam program NTV Morning, Rabu (18/12/2024).
"Kemudian yang kedua enam handphone yang disitar salah satunya handphone-nya Vina itu tidak dibuka. Lalu kalau tidak dibuka untuk membuktikan apa? Tetapi tidak dibuka pun itu dijadikan alat bukti untuk menghukum delapan terpidana. Kemudian ada bambu yang dianggap didakwakan untuk memukul. Semua para terpidana itu tidak merasa melakukan dengan bambu itu. Nah kemudian saksi-saksi yang dihadirkan tidak ada yang melihat mengunakan bambu tapi tetap itu digunakan sebagai alat bukti untuk menghukum. Padahal tidak dilakukan sidik jari itu bambu tangan siapa yang nempel," lanjutnya.
"Kemudian sperma yang ditemukan di vagina tidak dilakukan lab atau tes DNA. Para terpidna tidak dilakukan tes DNA tetapi digunakan untuk menghukum tujuh terpidana melakukan persetubuhan terkecuali Saka Tatal," imbuhnya.
Toni menduga dari sejumlah kejanggalan tersebut keputusan MA yang menolak PK terpidana hanya untuk melindungi tiga lembaga negara yang terlibat kasus tersebut yakni Polri Kejaksaan dan Pengadilan.
"Saya sih meragukan kompetensi kemampuan Hakim PK dalam memeriksa PK perkara delapan terpidana ini. Sepertinya Hakim PK ini harus lebih teliti lagi, harus belajar hukum lebih teliti lagi atau saya menduga jangan-jangan ini dibuat pertimbangan seperti itu ya jangan-jangan karena menjaga tiga institusi," pungkasnya.
Toni meminta para kuasa hukum ketujuh terpidana untuk kembali mengajukan permohonan PK agar Rivaldi, Sudirman, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Jaya, Hadi Saputra dan Suprianto bebas dari pidana penjara seumur hidup.