Nusantaratv.com-Nusantara TV menghadirkan sebuah program baru yang diberi nama Merah Putih. Program ini tayang perdana pada Rabu (11/12/2024).
Program Merah Putih akan tayang setiap Rabu pukul 20.00 WIB.
Melalui program ini, Nusantara TV mengajak pemirsa untuk mengulik, menelaah, mendiskusikan dan mempertajam program dan kebijakan pemerintah di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Edisi perdana Merah Putih di Nusantara TV, Rabu (11/12/2024) membahas tema "Kejar Target Swasembada Pangan". Menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain, Ekonomi UI Ninasapti Triaswati, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Hariqo Wibawa Satria, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih dan Kepala Biro Perencanaan Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Badan Pangan Nasional Budi Waryanto.
Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan target swasembada pangan pada 2027 dari semula 2028. Namun data Badan Pusat Statistik menunjukkan hal yang berbeda Indoensia masih mengimpor kebutuhan pangan dengan jumlah yang fantastis. Mulai dari impor beras sejak Januari hingga September 2024 mencapai 3,23 juta ton kemudian impor gula dari Januari hingga September 2024 sebesar 3,66 juta ton sedangkan kedelai dari Januari hingga September 2024 mencapai 2,16 juta ton serta impor jagung dari Januari hingga
September 2024 juga mencapai 967.000 ton.
Belum lagi faktor ketersediaan dan harga pupuk yang masih dikeluhkan para petani.
Harus Langsung ke Petani
Menurut Ekonomi UI Ninasapti Triaswati target swasembada pangan pada 2027 yang dicanangkan pemerintah adalah target yang luar biasa.
"Problemnya kita harus bisa memetakan. Kalau dimajukan ke tahun 2027 maka harus jelas. Kalau kita lihat 15 November BPS mengatakannya sudah 3,48 juta impor beras. Angka ini luar biasa naik gitu dibanding tahun sebelumnya," kata Ninasapti Triaswati.
"Kalau targetnya adalah swasembada pangan maka impornya harus nol," imbuhnya.
Untuk bisa mewujudkan target tersebut, kata Nina, perlu dilakukan pemetaan terkait ketersediaan pupuk, masalah pembiayaan kreditnya serta pendistribusian bantuan lainnya.
Nina mencontohkan kebijakan yang dilakukan Pemerintah Jepang dalam membantu petani, di mana subsidi insentif, alat dan sebagainya diberikan langsung ke petani tanpa perantara.
"Kalau melalui perantara, tadinya mau dikasih traktor tapi lewat sesuatu koperasi. Ini yang kita khawatirkan," ujarnya.
Nina menyebut masalah pendistribusian insentif untuk petani di Indonesia adalah masalah yang sudah bertahun-tahun.
"Subsidinya pupuk tapi ke mana ke petani apa pengusaha? Kalau traktor alat ke mana ke petani atau ke perusahaan atau koperasi atau unit usaha? Kalau ini saya membandingkan dengan negara lain seperti Jepang di mana yang dilakukan direct ke petani reimbursement jadi tidak lewat perantara. Maka petani aman. Jadi punya insentif untuk punya
alat baru terus tiap tahun dan dia punya kemampuan untuk pembiayaan," tambahnya.
Nina kembali menekankan kalau insentif dari pemerintah untuk petani tidak diberikan langsung dan melalui perantara akan menimbulkan berbagai persoalan.
"Kalau harganya lewat perantara tentu markup-nya ada. Petaninya juga susah. Lalu enggak merasa kredit jadi kredit. Karena tidak langsung. Ini PR-PR yang sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu," tuturnya.
"Intinya adalah apakah langsung ke petani atau lewat perantara. Kalau perantara seperti yang dialami hari-hari ini ya agak repot," pungkasnya.