Nusantaratv.com-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Kelima terangka tersebut adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur pelaksana I LPEI, Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana 4 LPEI, Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho selaku Direktur Utama PT Petro Energy
dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur PT Petro Energy.
KPK menemukan adanya skema “uang zakat” sebesar 2,5 persen hingga 5 persen dari nilai kredit yang diberikan kepada para pejabat LPEI sebagai suap untuk mempermudah pencairan pinjaman.
“Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi, menyatakan bahwa memang ada namanya 'uang zakat' ya yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut,” kata Budi.
“Ini sesuai dengan keterangan dari saksi-saksi yang telah kita terima. Dan ini juga didukung dengan BBE (barang bukti elektronik) maupun hasil asset tracing yang kita dapatkan,” sambungnya.
Budi menerangkan perkara tersebut berawal pada tahun 2015, atau saat itu PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih 60 juta dolar AS atau sekitar Rp988,5 miliar. Kredit tersebut diterima dalam tiga termin.
Budi mengungkapkan bahwa penyidik KPK menemukan perbuatan melawan hukum terkait dengan pemberian kredit kepada PT PE tersebut.
Para direksi dari LPEI ini, kata dia, mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86. Hal ini menyebabkan laba perusahaan, yaitu PT PE sebagai sumber penambahan aset lancar tidak bertambah.
“Akan alami kesulitan apabila nanti melakukan pembayaran terhadap kredit yang diberikan oleh PT LPEI,” ujarnya.
Kedua, direksi LPEI tersebut juga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan proposal kredit.
PT PE juga membuat kontrak palsu, kemudian menjadi dasar mengajukan kredit kepada LPEI.
Hal tersebut diketahui oleh direksi dari PT LPEI. Namun, keduanya bahkan membiarkan dan tidak melakukan evaluasi ketika pembayaran kredit termin pertama tidak lancar.
Menurut Budi, hal itu sudah diketahui dan sudah diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur.
Semua masalah tersebut diabaikan oleh kedua direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap dikeluarkannya kredit tersebut.
Atas perbuatan melawan hukum tersebut, penyidik KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka dengan perhitungan kerugian keuangan negara masih dalam perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).