Nusantaratv.com-Sidang Pra Peradilan terkait penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon 2016 kembali digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (3/7/2024).
Sidang yang mengagendakan pembuktian gugatan dari masing-masing kuasa hukum Pegi Setiawan dan tim hukum Polda Jawa Barat dipimpin hakim tunggal Eman Sulaeman.
Sidang menghadirkan lima orang saksi biasa dan satu saksi ahli yaitu Prof. Suhandi Cahaya, pakar hukum pidana dari Universitas Jayabaya dan Iblam Law School Hukum Pidana. Suhandi telah menghadiri sebanyak 250 persidangan sejak 2005.
Tim kuasa hukum Pegi Setiawan secara bergantian menanyakan kepada Suhandi Cahaya soal DPO, penetapan tersangka dan kesahihan alat bukti.
Dalam wawancara dengan NusantaraTV usai memberikan kesaksian di PN Bandung, Profesor Suhandi Cahaya mengatakan sebagai ahli dirinya hanya memberikan bahan-bahan namun yang memutuskan apakah menerima atau menolak gugatan Pegi Setiawan adalah hakim.
Suhandi secara gamblang menjelaskan soal DPO, penangkapan dan alat bukti.
Ia menekankan untuk menetapkan status DPO harus dilakukan pemanggilan terlebih dahulu terhadap calon tersangka.
"Jadi kalau tahu-tahu ada DPO tidak ada proses hukum acara pidana. Semestinya tidak betul. Mestinya seseorang yang kemudian ditetapkan sebagai DPO itu dipanggil dulu. Karena surat panggilan itu wajib kepada tersangka atau kepada saksi," papar Suhandi Cahaya.
'Kalau sudah dipanggil mungkin dua-tiga kali nyatanya yang dipanggil itu tidak datang. Tidak ada berita apapun juga. Dan setelah adanya BAP-BAP dari saksi lainnya barulah tersangkanya ditetapkan sebagai DPO," imbuhnya.
Terkait error' ini persona atau salah subyek, sambung Suhandi, semestinya itu masuk dalam perkara pokok.
"Tapi kalau penangkapannya yang salah maka itu masuk dalam pra peradilan," terangnya.
Saat diminta pandangan apakah saksi ahli dan saksi faktual yang dihadirkan sudah cukup.
Suhandi mengatakan kalau penetapan itu hanya berdasarkan saksi ahli dan saksi biasa saksi fakta. Pemeriksaan itu belum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP. Apalagi ini menyangkut masalah kasus pembunuhan.
"Kok begitu dangkalnya saksi cuma dua begitu. Walaupun persyaratan di dalam putusan MK No 121 maupun sudah SKEP Kapolri No 16 Tahun 2019 itu sudah cukup. Tapi karena ini menyangkut kasus pembunuhan sebaiknya dipenuhi saja Pasal 184 KUHAP itu. Jadi semuanya bisa diperiksa," tutur Suhandi.
Suhandi menyatakan sebagai saksi ahli dirinya hanya memberikan bahan-bahan saja. Sedangkan yang memutuskan apakah penangkapan dan penetapan Pegi Setiawan salah adalah hakim.
"Jadi kalau misal dalam kesimpulan saya tidak bisa mengatakan bahwa kasus ini mestinya Pegi Setiawan sudah betul itu salah tangkap atau salah penetapan sebagai tersangka.
Yang menentukan Itu nanti bukan saya melainkan hakim. Kesimpulannya dari tangan dia. Karena dia kan setiap dalam putusan itu mengatakan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka dia mesti memutuskan sebagaimana sumpah dia kepada Tuhan," ujar Suhandi.
Disinggung soal pandangannya dalam persidangan bahwa secara prosedural bisa saja Polda Jabar salah.
Suhandi menegaskan pandangan itu bukan bermaksud menyalahkan Polda Jabar atau Polda Bandung. Tetapi untuk membetulkan.
"Melakukan klarifikasi kalau ini memang salah prosedur ya tetap salah prosedur. Nanti hakim yang memutuskannya. Bukan saya. Saya cuman mengasihkan bahan aja bahwa Ini mesti begini, ini mesti begini tapi yang menentukan itu adalah hakim bukan saya," pungkasnya.