Nusantaratv.com-Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu blak-blakan menyebut aplikator transportasi online tidak punya kepedulian dan tanggung jawab terhadap nasib para supir ojek online dan taksi online. Padahal aplikator telah meraup banyak keuntungan.
Kritik keras itu dilontarkan Adian Napitupulu saat saat RDPU dengan PT Go To Gojek Tokopedia, PT Grab Teknologi Indonesia dan Teknologi Perdana Indonesia (Maxim Indonesia) terkait revisi Undang-Undang (UU) Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menurut Adian praktik transportasi online khususnya ojek online melanggar undang-undang. Hal ia temukan setelah berdiskusi dengan sejumlah supir ojek online. Pelanggaran dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat mulai dari negara, perusahaan, supir ojek hingga penumpang ojeknya.
"Luar biasa. Jadi semua kita paksa untuk melanggar undang-undang hanya karena ini," kata Adian Napitupulu seperti diberitakan Nusantara TV.
'Tapi dalam konteks kehidupan bernegara memang selalu terjadi seperti ini. Dinamika teknologi jauh lebih cepat dibandingkan kemampuan negara menyesuaikannya dalam peraturan perundang-undangannya," imbuhnya.
Di sisi lain, kata Adian, dulu banyak supir taksi online dan ojek online yang ditangkap di bandara Soekarno-Hatta, Halim Perdanakusuma, Adisucipto dan Juanda di Surabaya. Mereka ditahan selama berjam-jam. Disuruh push up hingga dipukuli.
Mirisnya, ungkap Adian, pihak aplikator enggak peduli peristiwa itu terjadi.
"Mereka tidak peduli supirnya ditangkap, disuruh push up di di berapa tempat dipukuli. Mereka engga peduli mobilnya rusak. Mereka tidak peduli SIM-nya habis. Mereka tidak peduli olinya kurang. Mereka tidak peduli apapun yang terjadi di jalanan," bebernya.
Sebaliknya, perusahaan angkutan offline punya kepedulian dan tanggung jawab.
"Poolnya dia urus. Olinya. Tabrakan dia bertanggung jawab. Supirnya ditangkap dia urus ke polisi dan sebagainya. Tapi keuntungannya sepertinya lebih besar yang online ini," tandasnya.
Atas dasar itu, sambung Adian, sistem transportasi online yang beroperasi di Indonesia harus diatur secara adil.
Ia mengatakan sambil menunggu proses revisi undang-undang yang tidak dapat dipastikan kapan rampung dan disahkan. Komisi V DPR RI menyampaikan kepada Menteri Perhubungan untuk menurunkan kembali jatah aplikator ke 10%.
"Dulu kalau tidak salah pernah sempat 10% jatah aplikator. Kemudian naik terus 10, 15, 20. Dalam praktiknya di atas 20. Menurut saya sambil kita menunggu proses revisi undang-undang ini memungkinkan tidak ini kita jadikan kesimpulan untuk kita sampaikan Menteri Perhubungan agar tarifnya diturunkan lagi jadi 10%. Kenapa? Enggak punya tanggung jawab apa-apa. Engga punya pool, engga punya montir, engga ngurus ketangkap, enggak apa-apa segala macam tiba-tiba dapat 20%," tuturnya.
Adian menyatakan DPR tidak boleh membiarkan penindasan terhadap supir ojek semakin lama berlangsung.