Menteri Kebudayaan Fadli Zon: Indonesia Harus Bangun Identitas dari Warisan Peradaban, Bukan Narasi Penjajahan

Nusantaratv.com - 04 Februari 2025

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri Seminar IAAI, Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025/Foto: Istimewa
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri Seminar IAAI, Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025/Foto: Istimewa

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com-Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan pentingnya membangun kembali kesadaran sejarah dan identitas bangsa yang berbasis pada peradaban tua yang kaya, bukan sekadar narasi sebagai bangsa yang pernah dijajah. Pernyataan tersebut disampaikan dalam seminar Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) di Yogyakarta.

Dalam pidatonya, Menteri Fadli menyoroti bagaimana generasi muda dan masyarakat umum kurang memahami bahwa Indonesia adalah salah satu peradaban tertua dan terkaya di dunia. Ia menilai bahwa selama ini, identitas bangsa lebih banyak dibangun dari kisah penjajahan selama 350 tahun, yang justru menanamkan mental minder.

"Kita ini berangkat dari sebuah peradaban yang sangat tua dan kaya. Ini yang ingin kita perkenalkan kembali, bagaimana kita membangun mindset baru bahwa Indonesia adalah negara dengan ‘mega diversity’ yang harus menjadi bagian dari pembentukan karakter bangsa," ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat Seminar IAAI, Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025.

Sejak berdirinya Kementerian Kebudayaan sebagai institusi mandiri di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Menteri Fadli menyatakan bahwa pemerintah kini memiliki alat yang lebih fokus untuk memajukan kebudayaan. Kementerian ini memiliki tiga direktorat jenderal, yaitu Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Diplomasi, Promosi, dan Kerjasama Kebudayaan, serta Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri Seminar IAAI, Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025/Foto: Istimewa

Menteri Fadli menegaskan bahwa kementerian ini akan berperan dalam mewujudkan amanat Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945, yang mengharuskan negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia.

Salah satu isu utama yang diangkat dalam seminar ini adalah rendahnya jumlah cagar budaya nasional yang diakui secara resmi. Saat ini, hanya terdapat 228 cagar budaya nasional, padahal objek yang diduga sebagai cagar budaya mencapai 48.731 situs.

Sebagai contoh, Menteri Fadli mengungkapkan bahwa Aceh, yang memiliki banyak potensi cagar budaya, baru memiliki satu situs yang diakui sebagai cagar budaya nasional. Masalah utama yang dihadapi adalah kendala administratif dan birokrasi yang berbelit, termasuk proses pengajuan yang harus melalui tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.

Namun, ia menekankan bahwa dengan "political will", hambatan tersebut bisa diatasi. Ia
mencontohkan kasus di Banten Lama, di mana proses penetapan tim ahli cagar budaya yang sebelumnya macet bertahun-tahun, akhirnya bisa diselesaikan hanya dalam waktu tiga hari setelah komunikasi yang efektif dengan pemerintah daerah.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri Seminar IAAI, Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025/Foto: Istimewa

"Saya tidak tahu bottleneck-nya di mana, tapi kalau ada political will yang kuat, kendala-kendala
administratif ini bisa cepat selesai," tegasnya.

Sebagai solusi, Menteri Fadli mengajak IAAI untuk berkolaborasi dalam memperkuat tenaga ahli cagar budaya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan arkeolog dinilai krusial dalam mempercepat proses penelitian dan pengakuan situs-situs bersejarah.

Selain itu, ia juga menyoroti perlunya mekanisme pembaruan aturan terkait penetapan cagar budaya nasional, agar dalam kondisi tertentu, suatu situs dapat langsung diakui tanpa harus melalui proses yang panjang di tingkat daerah.

"Banyak situs yang sebenarnya sudah sangat layak menjadi cagar budaya nasional, tetapi terhambat prosedur yang berbelit. Ini yang harus kita perbaiki," katanya.

Di luar pengakuan cagar budaya dalam negeri, Menteri Fadli juga menyoroti pentingnya repatriasi benda-benda bersejarah yang saat ini berada di luar negeri. Pemerintah telah memulai langkah ini dengan Belanda dan akan memperluas upaya diplomasi budaya dengan Inggris, Jerman, India, dan Amerika Serikat.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri Seminar IAAI, Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025/Foto: Istimewa

Namun, ia menekankan bahwa repatriasi bukan sekadar mengembalikan artefak ke Tanah Air, tetapi juga mendata ulang dan menyusun narasi sejarah yang lebih kuat di museum-museum Indonesia.

"Museum kita masih memiliki masalah besar dalam pendataan. Ada yang bilang koleksi museum nasional mencapai 200 ribu item, ada yang bilang 100 ribu. Selisihnya 100 ribu! Ini menunjukkan betapa pentingnya pembaruan data," ungkapnya.

Menteri Fadli juga mengusulkan pengembangan museum terbuka (open-air museum), seperti di situs-situs cagar budaya. Ia mencontohkan situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat yang masih menjadi perdebatan akademis, tetapi memiliki potensi besar dalam rekonstruksi sejarah Indonesia.

Di hadapan para ahli arkeolog ini, Menteri Fadli menekankan bahwa perubahan mindset adalah kunci untuk mengembalikan kebanggaan nasional atas warisan budaya. Dengan mempercepat pengakuan cagar budaya, memperkuat peran arkeolog, dan memperjuangkan repatriasi benda bersejarah, Indonesia bisa meneguhkan posisinya sebagai negara dengan peradaban yang kaya dan mendalam.

"Tugas kita adalah memastikan bahwa kebudayaan bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga kekuatan untuk masa depan. Jika kita bisa membangun identitas dari warisan peradaban kita sendiri, maka kita akan menjadi bangsa yang lebih percaya diri dan berdaulat," pungkasnya.

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close