Nusantaratv.com - Menjelang hari-hari besar seperti Natal dan tahun baru, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah administrasi di bawahnya biasanya sibuk blusukan ke pasar-pasar untuk memastikan harga kebutuhan pokok selalu terkendali.
Pemerintah DKI Jakarta menargetkan harga pangan selalu terkendali, karena hal itu tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat serta ketahanan ekonomi.
Kegiatan ini menjadi hal yang penting dan wajib dilakukan karena harga-harga, terutama daging ayam maupun telur, kerap mengalami kenaikan yang pada akhirnya berpotensi memicu kenaikan harga-harga komoditas pangan lainnya.
Seperti pada pertengahan September 2023 harga ayam dan telur pernah mengalami kenaikan di tingkat pedagang, sehingga pemerintah DKI Jakarta sibuk melakukan operasi pasar untuk menurunkan harga komoditas tersebut.
Menurut pedagang ayam di pasar-pasar tradisional, kenaikan harga daging ayam dan telur karena harga dari sentra ternak ayam dan telur sudah mengalami kenaikan.
Pasar Ciracas, Jakarta Timur, sebagai salah satu pasar yang menjadi barometer Tim Pengendali Inflasi Daerah DKI Jakarta juga pernah merasakannya. Harga daging ayam yang semula Rp45 ribu bisa menjadi Rp50 ribu atau naik 10 persen periode tersebut.
Penyebab kenaikan harga telur dan daging ayam selain karena faktor musiman yakni derasnya permintaan akibat hari-hari besar keagamaan, ternyata juga dipengaruhi pakan ternak.
Jagung yang menjadi pakan ternak ayam sebagian masih harus didatangkan dari luar negeri. Hal ini harus dicarikan solusi untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Daging ayam dan telur sendiri menempati posisi teratas terhadap kebutuhan protein masyarakat selain didapat dari ikan laut dan darat serta dari ternak domba/ sapi sebagai pelengkap.
Seiring dengan bertambahnya penduduk serta berbagai program perbaikan gizi tentunya konsumsi daging ayam dan telur terus meningkat. Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak juga akan meningkat.
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) menyebut penyebab naiknya harga pangan disebabkan harga jagung yang juga terus mengalami kenaikan. Kenaikan pakan ternak ini didorong kenaikan harga bahan pendukung untuk pakan ternak yang masih diimpor. Kemarau panjang berkontribusi pula terhadap juga kenaikan harga jagung yang selama ini menjadi bahan baku pakan ternak.
Perlu solusi
Dengan kondisi tersebut, maka naiknya harga jagung harus dicarikan solusinya guna menopang terwujudnya ketahanan pangan nasional. Apapun musimnya diharapkan tidak mempengaruhi harga pakan ternak atau harga stabil, mengingat teknologi untuk itu sudah mendukung. Soal jagung sebagai pakan harus diselesaikan secara serius agar tidak menimbulkan gejolak di kalangan peternak.
Sebelumnya pemerintah lewat Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) menugaskan Bulog untuk mengimpor 500 ribu ton jagung pakan guna mengatasi defisit produksi pada kuartal IV pada 2023. Pemerintah mengimpor jagung pakan ini untuk membantu peternak mengatasi fluktuasi harga.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan impor jagung pakan ini harus dilakukan secara cermat dan terukur untuk menjaga agar harga di tingkat petani tetap baik.
Berdasarkan neraca kumulatif tahunan, komoditas jagung mengalami surplus. Namun di kuartal IV 2023, neraca komoditas jagung menunjukkan angka defisit.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan), Jawa Timur masih menjadi provinsi penghasil jagung pakan terbesar. Data 2020 provinsi ini menghasilkan 5,73 ton jagung atau sekitar 21,5 persen dari total produksi jagung nasional.
Dengan demikian, optimalisasi melalui teknologi pertanian menjadi hal sangat penting untuk mendongkrak produksi jagung pakan yang dimulai dari Jawa Timur.
Guna mendukung hal tersebut, produsen benih pertanian menyatakan komitmennya untuk melayani petani di Indonesia secara berkelanjutan. Hal ini diwujudkan dengan melakukan kegiatan pengenalan teknologi dan inovasi pertanian tidak saja di Jawa Timur sebagai sentra utama tetapi sampai ke Sumatera.
Untuk mencapai sasaran pengenalan teknologi dan inovasi pertanian maka perlu dilakukan pendekatan melalui sekolah lapangan untuk petani. Sekolah lapangan ini ditempatkan di salah satu sentra jagung nasional di Jawa Timur untuk memberikan edukasi terhadap petani mengenai teknologi dan inovasi terkini dalam hal penanaman jagung pakan.
Sekolah lapangan ini menjadi hal penting karena mayoritas peserta merupakan petani tradisional yakni belajar bertani padi, kacang, dan jagung termasuk jagung pakan secara turun temurun.
Kegiatan ini bertujuan untuk membuka wawasan kepada petani karena banyak hal-hal baru yang bisa diaplikasikan agar produk pertanian bisa ditingkatkan.
Sebagai contoh adanya benih atau varietas baru jagung yang memiliki ketahanan terhadap hama yakni penggerek batang dan juga herbisida glisofat.
Petani biasanya memakai obat gulma (herbisida) untuk memaksimalkan hasil pertanian namun berpengaruh terhadap kondisi tanaman yang menjadi layu dan kuning. Namun dengan varietas baru ini tanaman jagung memiliki ketahanan terhadap herbisida.
Bahkan, kini ada juga tanaman jagung yang tahan terhadap hama ulat penggerek batang sehingga tidak perlu penyemprot hama sehingga bisa menghemat waktu dan biaya.
Dengan pengenalan teknologi baru ini diharapkan petani bisa mendukung Pemerintah mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional khususnya untuk produk jagung dan turunannya.
Pengenalan terhadap teknologi dan inovasi baru ini memang harus berkesinambungan berbarengan dengan peningkatan kebutuhan daging ayam dan telur di masyarakat. Hal ini mengingat tidak semua petani bisa langsung berubah dengan teknologi baru tersebut.
Butuh pendekatan yang lebih lama untuk menunjukkan bahwa teknologi itu akan memberikan hasil yang berkali-kali lipat dibandingkan cara bertanam tradisional yang selama ini dijalankan.
Tujuan akhir dari pendekatan ini agar Indonesia tidak lagi bergantung kepada jagung impor. Harapannya, petani, peternak, dan masyarakat semua senang, tidak ada yang merasa dirugikan.(Ant)