Nusantaratv.com - Pemilihan Presiden Prancis akan memasuki babak paling menentukan. Rencananya, pada Minggu (24/4/2022) akan digelar pemungutan suara putaran kedua.
Pilpres Prancis kali ini diramaikan dengan persaingan petahana Emmanuel Macron dengan rivalnya Marine Le Pen yang berasal dari sayap kanan. Ini kontestasi kedua bagi Le Pen dan Macron memperebutkan kursi Presiden Prancis, setelah persaingan pertama pada 2017 yang dimenangkan Macron.
Marine Le Pen secara terbuka menyatakan akan melarang penggunaan hijab jika berhasil memenangkan pemilihan presiden (Pilpres).
Menurut salah satu sekutunya, Louis Aliot, larangan hijab ini merupakan salah satu cara Le Pen melawan 'Islamisme.' Ia juga menyampaikan larangan ini bakal diterapkan secara progresif.
Diketahui, Le Pen sempat mengatakan bahwa hijab tidak bisa dilihat sebagai simbol kepercayaan seseorang, tetapi adalah 'serangan Islamis' yang perlu dilarang di komunitas Prancis.
Le Pen menegaskan larangan hijab ini bakal dilakukan oleh polisi, sama seperti aturan penggunaan sabuk pengaman di mobil. Bagi masyarakat Prancis yang melanggar akan dijatuhi sanksi denda.
Baca juga: Pengadilan Karnataka India Sahkan Larangan Penggunaan Hijab di Kelas Sekolah dan Perguruan Tinggi
Untuk diketahui, Le Pen berasal dari keluarga sayap kanan pertama di Prancis. Ayahnya, Jean-Marie Le Pen, mendirikan partai Front Nasional pada 1972.
Partai politik tersebut telah lama dipandang sebagai rasis dan anti-Yahudi.
Le Pen menjabat sebagai pemimpin partai tersebut pada 2011. Ia juga sempat memposisikan diri sebagai Donald Trump versi Prancis kala pertarungan sebelumnya bersama Presiden Prancis saat ini, Emmanuel Macron, mengutip CNNIndonesiacom.
Ketika itu, Le Pen mengklaim ia mewakili kaum buruh Prancis yang terlupakan akibat globalisasi dan perkembangan teknologi.
Latar belakang pendidikan Le Pen adalah bidang hukum. Ia meraih gelar hukum di Universitas Pantheon-Assas pada 1991, dilanjutkan dengan gelar hukum kriminal pada 1992 di universitas yang sama.
Sebagai praktisi hukum, Le Pen sempat bekerja sebagai pengacara di Paris pada 1992 sampai 1998. Ia kemudian memutuskan untuk terjun ke politik.