Nusantaratv.com-Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan enam terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon, Jawa Barat, Senin (23/9/2024) menghadirkan saksi ahli hukum pidana Profesor Mudzakir. Sesuai keahliannya Mudzakir menjelaskan perbedaan antara pembunuhan biasa dengan pembunuhan berencana.
"Perbedaan pembunuhan berencana dengan pembunuhan biasa. Letak berencana itu sesungguhnya letaknya kepada hubungan atau jarak antara niat berbuat jahat dan pelaksanaannya. Maksudnya adalah kalau di dalam pembunuhan biasa itu bersifat spontanitas. Jadi berniat jahat langsung dilaksanakan. Pelaksanaan itu satu kesatuan daripada niat jahatnya itu. Itu namanya pembunuhan biasa," papar Prof Mudzakir seperti diberitakan NusantaraTV dalam program LIVE Breaking News,
"Sedangkan pembunuhan berencana itu ada jeda waktu antara tumbuhnya niat untuk berbuat jahat itu dengan pelaksanaannya. Sehingga jeda waktu itu masih memberi kesempatan berpikir kepada pelaku yang memiliki niat jahat tadi untuk mempertimbangkan antara melaksanakan niat jahatnya atau membatalkan niat jahatnya," imbuhnya.
Mudzakir mengatakan perkara nanti pelaku menggunakan kesempatan waktu itu mempertimbangkan atau tidak berada pada sikap barin pelaku itu sendiri.
"Tetapi secara prinsip adalah antara tumbuhnya niat dengan pelaksanaan itu ada jeda waktu yang memberi kesempatan berpikir. Untuk melaksanakan niat jahatnya atau membatalkan niat jahatnya," ujarnya.
Sesuai dengan perkara yang menjerat kliennya, kuasa hukum terpidana kasus Vina, Jutek Bongso menanyakan jika pelakunya berjumlah sebelas orang apa yang harus dilakukan dahulu oleh 11 orang itu untuk membuktikan bahwa mereka terlibat dalam pembunuhan berencana?
"Kalau pelaku itu berjumlah dua orang atau lebih. Maka dalam prinsip atau doktrin mengenai dikenal di dalam hukum pidana disebut sebagai penyertaan. Memiliki niat.
Semua pelaku memiliki niat untuk berbuat jahat melakukan pembunuhan. Semua pelaku artinya masing masing pelaku punya niat untuk melakukan kejahatan pembunuhan," papar Mudzakir.
"Yang kedua, harus ada hubungan antara pelaku satu dengan pelaku lain. Maka secara objektif perbuatan itu untuk melaksanakan niat sepakat untuk dlakukan secara bersama sama. Dalam hukum pidana disebut mufakat jahat," imbuhnya.
Dengan hubungan antar pelaku yang sedemikian rupa, sambung Mudzakir, sehingga semua pelaku tertuju kepada pelaksanaan niat bersama tadi.
"Tujuannya adalah mematikan orang. Melakukan pembunuhan terhadap seseorang. Atas dasar itu lah maka muncul dalam konteks ini pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam konteks pembunuhan," jelasnya.
Jutek Bongso kembali menanyakan pandangan Prof Mudzakir jika dari sebelas orang ada yang tidak saling kenal. Belum pernah berhubungan, belum pernah ada komunikasi bahkan kenalnya ketika mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama- sama dengan tuduhan pembunuhan berencana.
"Apakah itu mungkin?" tanya Jutek Bongso.
Menurut Mudzakir mungkin atau tidak mungkin bisa dibaca hubungan antara para pelaku itu dengan korbannya. Kalau para pelaku tidak mengerti siapa korbannya, itu tidak mungkin ada niat berbuat jahat untuk melakukan pembunuhan.
"Karena salah satu jenis pembunuhan dalam doktrin hukum pidana dan kriminologi. Pembunuhan adalah salah satu tindak pidana yang salah satu harus saling mengenal," tuturnya.
"Yang kedua orang pasti punya hubungan dalam bentuk target Kenapa seseorang itu harus dimatikan. Maka harus ada motif," imbuhnya.
Jutek Bongso kemudian meminta pandangan Mudzakir soal proses hukum khususnya soal vonis yang telah dijatuhkan kepada delapan dari sebelas orang pelaku. Vonisnya sesuai Pasal 55 KUHP sudah inkrah bahkan delapan orang tersebut telah menjalani hukuman 8 tahun penjara. Sedangkan tiga orang yang disebut pelaku utama atau otak kejahatan belum ditangkap.
"Kalau pakai pasal 55 pasti ada pelaku utamanya. Mereka lah yang punya niat jahat. Pelaku lain niat jahatnya turut serta melakukan tindak pidana. Sehingga tanggungjawabnya adalah turut serta," kata Mudzakir.
Mudzakir menambahkan turut serta tidak ada apa-apanya kalau pelaku utama tidak ditangkap dan diadili.
"Bagaimana dia turut serta terhadap pelaku utama. Pelaku utama saja tidak ada. Kalau turut serta melakukan pelaku utama harus ada dulu. Demi tegaknya hukum dan kepastian keadilan. Kalau pelaku utama sudah diadili barulah pelaku turut serta," pungkasnya.
Diketahui, delapan terpidana kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon 2016 silam divonis hukuman penjara seumur hidup. Mereka dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP.