Nusantaratv.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, lima Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk dalam prevalensi sepuluh daerah dengan angka kekerdilan atau stunting tertinggi dari 246 Kabupaten/Kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting di Indonesia.
Hal tersebut Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) lima kabupaten tersebut antara lain Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, dan Manggarai Timur.
Urutan pertama ditempati oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara kedua dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia karena berada di atas 46 persen.
Secara keseluruhan setidaknya ada 15 Kabupaten dari 22 Kabupaten/Kota di NTT yang berstatus Merah stunting.
"Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, NTT memiliki 15 Kabupaten berkategori Merah. Pelabelan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen," rilis Biro Umum dan Humas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jumat (4/3).
15 Kabupaten di NTT yang belabel merah stunting atau prevalensi di atas 30 persen adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka.
Dengan prevalensi stunting yang masih berada di atas 30 persen dan berstatus merah itu menempatkan NTT pada urutan teratas daerah dengan angka stunting yang sangat tinggi dibanding provinsi lainnya.
Dalam keterangan tertulis tersebut juga disampaikan NTT memiliki tujuh kabupaten dengan status kuning karena prevalensi stunting di kisaran 20-30 persen. Sehingga tidak satupun daerah di NTT yang berstatus hijau atau prevalensi stunting dibawa 20 persen.
Tujuh kabupaten/kota yang berstatus kuning antara lain Ngada, Sumba Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang, dan Flores Timur. Dari tujuh kabupaten tersebut ada tiga kabupaten yang hampir mendekati status merah yakni Ngada, Sumba Timur dan Nagekeo.
Dengan tingginya angka kasus stunting menjadikan NTT sebagai salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi menjadi fokus utama dari BKKBN.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menegaskan pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, kecamatan hingga kelurahan/desa harus segera dibentuk.
"Keberadaan TPPS di semua tingkatan pemerintahan sangat membantu pencapaian target penurunan angka stunting," ujar Hasto.
Hasto mengatakan persoalan stunting di masyarakat bukan saja menjadi urusan pemerintah tapi persoalan stunting adalah persoalan bangsa yang harus dituntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi di semua kalangan.
"Komitmen Presiden Joko Widodo pada tahun 2024 nanti angka stunting nasional harus berada di angka 14 persen," ungkap Hasto yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional.
Untuk itu lanjut Hasto, sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) yang digelar di Kupang pada Jumat (4/3) sangatlah penting untuk menyamakan persepsi dan meningkatkan kolaborasi diantara seluruh pemangku kepentingan agar dapat segera mengatasi masalah stunting di Indonesia.