Nusantaratv.com - Kesenian tradisional karawitan yang hingga saat ini dilestarikan warga RW 02 Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, Jawa Timur, menjadi bagian dari upaya penguatan kebudayaan.
"Penguatan kebudayaan, merupakan salah satu esensi pokok Trisakti yang digagas oleh Presiden Soekarno dalam pembumian Ideologi Pancasila," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno di Surabaya, Senin.
Jadi, lanjut dia, sudah seharusnya kesenian tradisional dilestarikan, bukan hanya oleh warga tetapi juga Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
"Kami berharap pemkot punya perhatian terhadap kelompok kesenian karawitan ini," kata dia.
Untuk itu, Anas mengapresiasi, keberadaan kelompok kesenian Karawitan Margahayu yang ada di Kelurahan Medokan Semampir tersebut.
Menurut dia, ternyata hingga saat ini masih ada warga Surabaya yang peduli terhadap kesenian tradisional. Tidak hanya peduli, lanjut dia, namun kelompok warga ini juga bersemangat untuk melestarikan.
"Kesenian tradisional merupakan kearifan lokal yang menjadi soko guru budaya bangsa," ujar Anas.
Sementara itu, Ketua Kelompok Karawitan Margahayu, Tugimin, menjelaskan, kelompok karawitan yang dipimpinnya itu diberi nama Margahayu yang artinya jalan keselamatan.
"Kelompok kesenian ini berdiri sejak setahun lalu di tengah masa pandemi. Dengan harapan, masyarakat memperoleh keselamatan di tengah pandemi," ujar dia.
Tugimin menceritakan, terbentuknya Margahayu, untuk mengisi kegiatan warga RW 02, di tengah pembatasan kegiatan saat pandemi. Saat itu, lanjut dia, tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan.
"Kami bingung dan kesepian. Pekerjaan sepi, mau pulang kampung tidak bisa, hiburan terbatas. Kemudian kami kumpul-kumpul dan terbentuklah kelompok karawitan," kata da.
Lebih lanjut, Tugimin mengatakan, mereka berlatih seminggu sekali di Balai RW 02 atas izin ketua RW setempat. "Awalnya anggota tidak bisa memainkan gamelan. Mulai nol semua. Kami mendatangkan pelatih," ujar dia.
Menurut Tugimin, seluruh kegiatan Margahayu dibiayai secara swadaya yang mana setiap latihan kami ada iuran per anggota Rp25 ribu. Tiap pertemuan seminggu sekali membayar pelatih Rp250 ribu.
"Sehingga kalau sebulan sebesar Rp1 juta. Sedangkan perangkat gamelan disediakan oleh pelatih," kata dua.
Tugimin menambahkan, meski baru terbentuk setahun, namun kelompoknya sudah beberapa kali tampil dimuka umum, di antaranya beberapa kali di gereja, Muhammadiyah Sutorejo dan acara sedekah bumi.
Meski demikian, Tugimin mengaku prihatin, terhadap nasib kesenian tradisional, yang saat ini tidak lagi populer di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak muda.
"Padahal kami sudah mengenalkan dengan setiap kali kami latihan di balai RW, tapi mereka masih enggan untuk ikut," kata dia.
Untuk itu, Tugimin berharap perhatian dari Pemkot Surabaya berupa perangkat gamelan.
"Kalau ada bantuan kami terima," ujar Tugimin.(Ant)