Nusantaratv.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Jepang pada Jumat (7/1/2022) menyuarakan keprihatinan yang kuat tentang kekuatan China.
Kedua negera berjanji untuk bekerja sama melawan upaya yang dapat mengacaukan kawasan, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (8/1/2022). Komentar dari kedua sekutu itu disampaikan dalam pernyataan bersama yang mengikuti pertemuan virtual Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan).
Pihaknya menyoroti bagaimana tanda peringatan yang semakin dalam tentang pemerintah China, di tengah meningkatnya ketegangan atas Taiwan. Kondisi ini menempatkan peran keamanan dalam fokus Jepang.
Para menteri menyatakan keprihatinan jika upaya pemerintah China untuk merusak tatanan berbasis aturan telah menghadirkan tantangan politik, ekonomi, militer, dan teknologi ke kawasan dan dunia, menurut pernyataan mereka.
"Mereka memutuskan bekerja sama untuk mencegah, jika perlu, menanggapi kegiatan yang tidak stabil di kawasan itu," katanya, Jumat (7/1/2022).
Para menteri juga mengatakan mereka memiliki keprihatinan serius dan berkelanjutan tentang isu hak asasi manusia (HAM) di wilayah Xinjiang dan Hong Kong di China. Pihaknya menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Dalam pertemuan puncak virtual terpisah pada Kamis (6/1/2022), pemerintah Jepang dan Australia menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan. Pemerintah China mengajukan representasi tegas dengan ketiga negara tersebut.
"Kami menyesalkan dan dengan tegas menentang campur tangan besar-besaran dalam urusan dalam negeri Tiongkok oleh AS, Jepang, dan Australia. Serta pembuatan informasi palsu untuk menodai China dan merusak solidaritas maupun rasa saling percaya negara-negara di kawasan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin.
Kelompok pasifis Jepang memiliki hubungan ekonomi yang dekat dengan China. Tetapi kelompok ini semakin khawatir jika Jepang dapat bergerak melawan Taiwan yang demokratis, yang diklaimnya sebagai bagian dari China.
"Ini jelas merupakan pesan gabungan yang mencerminkan keprihatinan bersama, bukan kasus memutarbalikkan tangan AS untuk membuat Jepang menandatangani eufemisme yang tidak jelas," ujar Daniel Russel, yang menjabat sebagai diplomat Tinggi AS untuk Asia di bawah mantan Presiden Barack Obama dan kini dengan Institut Kebijakan Masyarakat Asia (ASPI).
"Secara khusus, ekspresi tekad bersama untuk merespons aktivitas destabilisasi jika perlu tampil sebagai ekspresi kuat dari solidaritas dan tekad aliansi," imbuhnya.
Sebelum pembicaraan, Menlu AS Antony Blinken mengatakan pemerintah AS dan Jepang merencanakan kesepakatan pertahanan baru untuk melawan ancaman yang muncul, termasuk kemampuan hipersonik dan berbasis ruang angkasa.
Dia mengatakan aliansi itu tidak hanya harus memperkuat alat yang dimiliki, tetapi juga mengembangkan instrumen yang baru. Dia mengutip penumpukan militer pemerintah Rusia terhadap Ukraina, tindakan China yang dinilai provokatif atas peluncuran rudal terbaru Taiwan dan Korea Utara (Korut).
"Korea Utara menembakkan rudal hipersonik minggu ini yang berhasil mengenai target," kata kantor berita negaranya.
Pemerintah Rusia, China, dan AS juga berlomba untuk membangun senjata hipersonik. Kecepatan dan kemampuan manuvernya yang ekstrem membuat mereka sulit dikenali dan diblokir dengan rudal pencegat.
Saat negara tetangganya menguji rudal hipersonik, pemerintah Jepang telah mengerjakan teknologi railgun elektromagnetik untuk menargetkan mereka.
"Kita perlu mengejar semua cara yang tersedia, termasuk kerja sama dengan Amerika Serikat untuk memperkuat kemampuan pertahanan rudal yang komprehensif," kata Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi.
Pemerintah Jepang juga menjelaskan rencananya untuk merevisi strategi keamanan nasional. Langkah ini secara fundamental akan meningkatkan kemampuan pertahanan, kata Menlu Jepang Yoshimasa Hayashi setelah pertemuan tersebut.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Oktober 2021 berjanji untuk merevisi strategi keamanan Jepang. "(Mempertimbangkan) semua opsi, termasuk kepemilikan apa yang disebut kemampuan serangan musuh," ungkapnya.
Pemerintahan Kishida telah menyetujui rekor pengeluaran pertahanan dengan peningkatan tahunan ke-10 secara berturut-turut pada 2022.
Jeffrey Hornung yang adalah ahli dalam kebijakan keamanan Jepang di Rand Corporation, sebuah wadah pemikir yang didukung AS, mengatakan meskipun pilihan Jepang untuk menggunakan kekuatan terbatas, negara itu mungkin menganggap keadaan darurat Taiwan mengancam kelangsungan hidupnya sendiri.
"Tidak ada pesan kode di sini. China adalah tantangannya dan mereka mengatakan hal yang sama. Kemudian merinci semua cara aliansi bertekad untuk bekerja melawan kegiatan destabilisasinya," tukas Hornung.