Nusantaratv.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi sebagai saksi kasus dugaan suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran (TA) 2017—2018.
"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengesahan RAPBD Provinsi Jambi TA 2017—2018," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Disebutkan pula bahwa ada enam saksi yang akan diperiksa penyidik KPK. Pemeriksaan akan berlangsung di Mako Polda Jambi.
Para saksi tersebut bernama Muhamadiyah selaku anggota DPRD Propinsi Jambi Periode 2014—2019 dan Nurhayati selaku anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2019—2024 dan 2014—2019.
Berikutnya dua mantan anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014—2019 bernama Gusrizal dan Sufardi Nurzain. Selain itu, KPK juga akan memeriksa dua orang wiraswasta bernama Tjandra Sofyan dan Ilham A. Julianto.
Penyidik KPK sebelumnya telah mengumumkan 28 tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pengesahan RAPBD Provinsi Jambi TA 2017—2018.
Ke-28 tersangka itu anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014—2019, yaitu Syopian (SP), Sofyan Ali (SA), Sainudin (SN), Muntalia (MT), Supriyanto (SP), Rudi Wijaya (RW), M. Juber (MJ), Poprianto (PR), Ismet Kahar (IK), Tartiniah RH (TR), Kusnindar (KN), Mely Hairiya (MH), Luhut Silaban (LS), dan Edmon (EM).
Selanjutnya M. Khairil (MK), Rahima (RH), Mesran (MS), Hasani Hamid (HH), Agus Rama (AR), Bustami Yahya (BY), Hasim Ayub (HA), Nurhayati (NR), Nasri Umar (NU), Abdul Salam Haji Daud (ASHD), Djamaluddin (DL), Muhammad Isroni (MI), Mauli (MU), dan Hasan Ibrahim (HI).
"Konstruksi perkara kasus tersebut adalah diduga telah terjadi dalam RAPBD Jambi TA 2017 dan 2018, tercantum berbagai proyek pekerjaan infrastruktur dengan nilai proyek mencapai miliaran rupiah yang sebelumnya disusun oleh Pemprov Jambi," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Untuk mendapatkan persetujuan pengesahan RAPBD Jambi TA 2017 dan 2018, kata dia, tersangka SP dan kawan-kawan yang menjabat anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014—2019 meminta sejumlah uang dengan istilah "ketok palu" kepada Zumi Zola yang saat itu menjabat Gubernur Jambi.
"Atas permintaan tersebut, Zumi Zola melalui orang kepercayaannya, Paut Syakarin, yang berprofesi sebagai pengusaha menyiapkan dana sekitar Rp2,3 miliar," kata Tanak.
Mengenai pembagian uang "ketok palu", lanjut dia, disesuaikan dengan posisi dari para tersangka di DPRD yang besarannya dimulai Rp100 juta sampai dengan Rp400 juta per anggota DPRD.
Adapun teknis pemberian, KPK menduga Paut Syakarin menyerahkan sebesar Rp1,9 miliar kepada Effendi Hatta dan Zainal Abidin sebagai perwakilan dari tersangka SP dan kawan-kawan.
Dengan pemberian uang tersebut, selanjutnya RAPBD Jambi TA 2017 dan 2018 akhirnya disahkan.
"Untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan, Paut Syakarin yang diberikan pada tersangka SP dan kawan-kawan, Zumi Zola kemudian memberikan beberapa proyek pekerjaan di Dinas PU Pemprov Jambi kepada Paut Syakarin," ucap dia.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya dalam kasus itu, KPK telah menetapkan Zola bersama 23 orang lainnya sebagai tersangka.
"Untuk 24 tersangka tersebut, saat ini putusan pengadilannya telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap," kata Tanak.(Ant)