Nusantaratv.com-Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengusung skema proteksi subak di Bali yang tetap relevan dengan kepentingan ekonomi pariwisata.
"Yang namanya Subak adalah daerah yang sakral dan seterusnya, dia ada di hulu. Kalau bisa dikurangi yang namanya kunjungan yang datang ke sana, biarlah itu mengalir di bibirnya," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilman Farid dalam konferensi pers World Water Forum Ke-10 di Nusa Dua, Bali, Selasa (21/5/2024).
Subak adalah sistem pengairan masyarakat Bali yang menyangkut hukum adat dan mempunyai ciri khas sosial, pertanian, keagamaan, dengan semangat gotong royong dalam usaha memperoleh air untuk kebutuhan tanaman pangan terutama padi dan palawija.
Namun, kata Hilman, subak saat ini hanya diperlakukan sebagai sistem irigasi untuk mengairi sawah bagi kepentingan panen, di tengah perkembangan industri serta tekanan penduduk yang semakin banyak.
Menurutnya, perlakuan tersebut berpotensi mengancam eksistensi subak, mengingat pariwisata di Bali cenderung mendatangkan orang dalam jumlah yang banyak sebagai tolok ukur keberhasilan.
"Subak harus dipahami sebagai sistem sosial yang menjaga keutuhan masyarakat, karena sebagai karya seni yang luar biasa. Bayangkan, sebuah landscape dipahat sedemikian rupa membentuk sistem pengairan yang kompleks, lengkap dengan seluruh institusi sosialnya. Tidak ada karya seni di zaman modern yang seperti itu," katanya, dikutip dari Antara.
Pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk memahami subak sebagai manfaat sosial yang tetap bernilai ekonomi bagi sektor pariwisata.
Praktik menyeimbangkan proteksi subak tanpa mengesampingkan kepentingan ekonomi sektor pariwisata di Bali dapat ditempuh dengan penataan ekosistem hilir dari aliran subak, sebagai destinasi wisata yang bisa memberi manfaat balik bagi pelestarian subak.
"Yang di hilir ini harus bisa memberi manfaat balik kepada hulunya di mana subak itu berada," katanya.