Kecam Negara yang Berikan Senjata 'Mematikan' ke Ukraina, Rusia: Bakal Terima Konsekuensi

Nusantaratv.com - 01 Maret 2022

Presiden Rusia Vladimir Putin. (Istimewa)
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Istimewa)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Rusia mengecam sejumlah negara yang memutuskan memberikan senjata 'mematikan' ke Ukraina. 

Jika senjata itu memengaruhi operasi militer Moskow di Ukraina, Rusia mengatakan mereka akan menerima konsekuensinya. Hal itu dikatakan Kementerian Luar Negeri Rusia, pada Senin (28/2/2022), seperti dilaporkan Al Arabiya.

"Warga Uni Eropa dan struktur yang terlibat dalam memasok senjata 'mematikan' dan bahan bakar serta pelumas ke Angkatan Bersenjata Ukraina akan bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari tindakan tersebut dalam konteks operasi militer khusus yang sedang berlangsung (di Ukraina)," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia.

"Mereka tidak bisa memahami tingkat bahaya dari konsekuensinya," lanjut pernyataan itu, lapor kantor berita pemerintah Rusia, Interfax, yang mengutip Kementerian Luar Negeri Rusia. 

Pada Minggu (27/2/2022), Uni Eropa (UE) mengumumkan mereka akan membiayai pembelian dan pengiriman senjata dan peralatan lainnya ke Ukraina. Senjata-senjata itu akan bernilai 450 juta euro (US$505 juta).

Senjata mematikan yang dipasok UE akan mencakup amunisi, sistem pertahanan udara dan sistem anti-tank, dan kategori tidak mematikan termasuk bahan bakar, helm balistik, peralatan pelindung pribadi, dan kotak P3K.

Kementerian Luar Negeri Rusia juga berupaya meminimalkan efek dari sanksi berat dan luas yang dikenakan pada negara itu oleh Barat untuk menekan Moskow agar mengakhiri serangannya terhadap Ukraina.

"Mitos lain yang telah disebarkan oleh UE di masa lalu bahwa pembatasan sepihak mereka, yang tidak sah menurut hukum internasional, tidak ditujukan terhadap rakyat Rusia akhirnya tersingkir. Fungsionaris Brussel, yang hingga saat ini menggambarkan diri mereka sebagai 'mitra strategis' negara kita, tidak bersembunyi lagi. Mereka berniat untuk menimbulkan kerusakan maksimum pada Rusia, mencapai titik lemahnya, secara serius menghancurkan ekonominya dan menekan pertumbuhan ekonominya," tambah pernyataan itu.

"Kami ingin meyakinkan Anda bahwa itu tidak akan terjadi. Tindakan Uni Eropa tidak akan terjawab. Rusia akan terus memastikan realisasi kepentingan nasional vitalnya tanpa memperhatikan sanksi dan ancaman mereka. Sudah waktunya bagi negara-negara Barat untuk memahami bahwa dominasi mereka yang tak terbagi dalam ekonomi global sudah lama berlalu," jelasnya.

Namun, Rusia lebih terisolasi secara ekonomi dari sebelumnya, dengan mata uangnya yang merosot di bawah tekanan sanksi internasional yang juga membatasi bank sentralnya untuk mencoba membatasi tingkat kehancuran.

Selain itu, laporan intelijen dan pejabat pertahanan Barat mengatakan pasukan Moskow tidak memenuhi target waktu akibat mendapatkan perlawanan tak terduga dari Ukraina. Namun, terlepas dari sanksi yang melumpuhkan yang dikenakan pada Rusia oleh AS dan UE, serta kesibukan upaya diplomatik internasional, Presiden Vladimir Putin tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengalah.

Pada Minggu (27/2/2022), dia memerintahkan pasukan nuklir Rusia dalam siaga tinggi, mengutip 'sanksi agresif dan tidak sah Barat terhadap Rusia sebagai penyebabnya. Pada Senin (28/2/2022), pasukan rudal nuklir Rusia dan armada Utara dan Pasifik ditempatkan pada tugas tempur khusus yang ditingkatkan.

Di sisi lain, putaran pertama pembicaraan antara pejabat Rusia dan Ukraina yang bertujuan untuk mengakhiri konflik berakhir pada Senin (28/2/2022) tanpa kesepakatan. Kiev mengatakan negosiasi dengan Moskow sulit. Putaran kedua yang diharapkan untuk fokus pada gencatan senjata diperkirakan akan dimulai dalam beberapa hari mendatang.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close