Nusantaratv.com - Budayawan Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa, menyebut sikap- sikap politik yang telah ditunjukkan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Prof. Dr. (HC), Megawati Soekarnoputri, bukan lah level atau pada tataran politisi pada umumnya.
Menurut Butet, kiprah dan sepak terjang Megawati termasuk pemikirannya, sudah jauh melangkah ke depan agar nasib bangsa dan generasi selanjutnya bisa melompat lebih maju.
“Menurut saya ini ya, Bu. Kayaknya ini bukan sekadar politisi Ibu ini. Tapi, sudah makrifat politik. Makrifat politik itu levelnya negarawan kira - kira begitu,” kata Butet di sela - sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP, Gedung Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).
“Kalau negarawan kelasnya ini pasti bukan transaksional,” tegas Butet menyambung pernyataannya tersebut.
Kehadiran Butet diketahui di sela- sela Rakernas III PDIP, mendampingi karibnya sesama seniman, Yogyakarta Sri Krishna Encik, untuk mengenalkan lagu Njar Ji, Njar Beh,’. Lagu tersebut merupakan dukungan kepada Calon Presiden yang diusung PDIP Ganjar Pranowo untuk menang di Pemilu 2024.
Kembali soal pernyataan Butet tentang level makrifat politik Megawati, diulas dan dirangkumnya semasa Pemilu 2014. Kebijaksanaan Megawati itu pula berlanjut hingga saat ini, ketika Ganjar diusung menjadi Calon Presiden.
“Nyatanya ya saya menyampaikan satu bukti yang saya apresiasi. Tahun 2014 misalnya, kalau saja Ibu ini memanjakan ego politiknya, saat itu Ibu maju sendiri itu jadi Presiden. Tapi tidak, Ibu menugasi Pak Jokowi kadernya,” kata dia.
“Tahun ini kalau saja, masih juga egosentris dan belum level makrifat tentu mungkin Mba Puan yang dipaksakan. Tapi, akhirnya kemarin kita lihat tanggal 21 April itu, Ganjar yang ditugasi oleh Ibu untuk menjadi Presiden Republik Indonesia berikutnya,” kata Butet.
“Mosok kayak begitu transaksional, wong Ganjar neng kere,” lanjut Butet.
Butet juga merasa terhormat lantaran tulisannya di Opini Harian Kompas bertajuk ‘Pesan Punakawan’ dibaca dan diapresiasi oleh Megawati. Bahkan Megawati menginstruksikan kepada seluruh kadernya untuk membaca tulisan Butet.
Intisari dari tulisan itu, kata Butet, menggambarkan seorang punakawan - tokoh pewayangan Jawa- agar ‘ojo dumeh’, dan ‘ojo muntal negoro’.
“Di dalam tulisan saya itu kawan- kawan, saya menerangkan tentang kearifan kebudayaan dari masyarakat kecil yang menggambarkan punakawan yang selalu mengingatkan ksatria, ketika ksatria itu lengah. Salah satunya mengingatkan supaya ‘Ksatria jangan mentang - mentang; ojo dumeh. Jangan milik.. kekuasaan membuat lupa. Jangan muntal negara. Muntal itu makan, nelan negara,” kata dia.