Nusantaratv.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, paradigma dan semangat kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia.
Hal itu diungkapkan Kepala Negara saat berpidato pada Sesi I KTT G20 di Hotel The Apurva Kempinski, Kabupaten Badung, Bali, Selasa, (15/11/2022). Disebutkannya, dunia sedang mengalami tantangan yang luar biasa akibat berbagai krisis, mulai dari pandemi Covid-19, rivalitas yang menajam, hingga perang yang terjadi.
Dan, berbagai krisis tersebut berdampak terhadap ketahanan pangan, energi, dan keuangan yang sangat dirasakan dunia, terutama negara berkembang. "Kita tidak punya pilihan lain. Paradigma kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia. Kita semua memiliki tanggung jawab, tidak hanya untuk masyarakat kita, tetapi juga untuk semua orang di dunia," ujar Presiden Jokowi, dikutip Selasa (15/11/2022).
Ditegaskannya, sikap tanggung jawab pemimpin dunia sama dengan menghormati hukum internasional dan prinsip-prinsip Piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) secara konsisten. Menurutnya, bertanggung jawab juga berarti menciptakan situasi win-win, bukan zero-sum.
"Bertanggung jawab di sini juga berarti kita harus mengakhiri perang. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi dunia untuk bergerak maju. Jika perang tidak berakhir, akan sulit bagi kita untuk bertanggung jawab atas masa depan generasi sekarang dan mendatang," jelasnya.
"Kita seharusnya tidak membagi dunia menjadi beberapa bagian. Kita tidak boleh membiarkan dunia jatuh ke dalam perang dingin lainnya," tambah Presiden Jokowi.
Lebih lanjut, orang nomor satu di Tanah Air itu menyebut, Indonesia memiliki 17 ribu pulau, 1.300 suku bangsa, serta lebih dari 700 bahasa daerah. Demokrasi di Indonesia berjalan dari pemilihan kepala desa pada tataran tingkat desa hingga ke pemilihan presiden.
Untuk itu, Presiden Jokowi mendorong agar G20 memiliki semangat dialog yang sama untuk menjembatani perbedaan. "Sebagai negara demokrasi, Indonesia sangat menyadari pentingnya dialog untuk mempertemukan perbedaan, dan semangat yang sama harus ditunjukkan G20," tukas pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), 61 tahun silam itu.