Nusantaratv.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh gugatan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dalam sengketa hasil Pilpres 2024. Dari delapan, ada tiga hakim yang tak setuju dengan putusan tersebut. Antara lain hakim konstitusi Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Hakim Enny Nurbaningsih.
Hakim Enny menjelaskan alasannya berbeda pendapat dengan lima hakim lainnya. Salah satunya terkait etika.
"Seorang pemimpin diharapkan memenuhi standar yang lebih tinggi daripada yang diperlukan dalam kehidupan pribadi," ujarnya saat menjelaskan alasan dissenting opinion, Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Pemimpin yang dimaksud Enny ialah seorang presiden, dalam hal ini Joko Widodo (Jokowi). Jokowi disebut melakukan cawe-cawe dalam proses pencalonan dan upaya memenangkan putranya, Gibran Rakabuming Raka, di Pilpres 2024.
Menurut Enny, pemimpin memiliki sedikit hak privasi dibanding warga biasa.
"Bahkan tidak memiliki hak untuk menggunakan jabatan mereka demi keuntungan pribadi, keluarga dan golongan," tuturnya.
"Etika pribadi dan etika politik seringkali dianggap sebagai konflik kepentingan," imbuh Enny.
Atas itu, kata dia, seorang pemimpin diwajibkan memahami dan menerapkan pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam memegang kekuasaan publik. Serta perlunya menjaga pemisahan yang jelas antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik.
"Demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," ucapnya.
Atas itu, kata Enny, dalil Anies-Muhaimin beralasan menurut hukum untuk sebagian. Karenanya, guna menjamin Pilpres yang jujur dan adil sesuai UUD 1945, pemungutan suara ulang (PSU) harus dilakukan untuk sebagian.