Jejak Pemilu Indonesia dari Masa ke Masa

Nusantaratv.com - 18 Januari 2024

Ilustrasi. Perjalanan Pemilu di Indonesia dari masa ke masa. (Istimewa)
Ilustrasi. Perjalanan Pemilu di Indonesia dari masa ke masa. (Istimewa)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik yakni melalui Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk turut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan Pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. 

Pemilu memiliki fungsi utama menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, Pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan. Sejarah Pemilu Indonesia menunjukkan perjalanan panjang dan perjuangan menuju demokrasi yang lebih inklusif. 

Sejarah Pemilu di Indonesia dimulai sejak awal zaman revolusi nasional. Rencana mengadakan Pemilu nasional pertama di Indonesia diumumkan pada 5 Oktober 1945. Pada 1946, Pemilu pertama diadakan di Karesidenan Kediri dan Surakarta. Kemudian, pada 1948, Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) menyetujui Undang-Undang (UU) yang menetapkan sistem Pemilu tidak langsung berdasarkan perwakilan proporsional dan memberikan hak pilih kepada semua warga negara yang berusia di atas 18 tahun.

Satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan, yakni pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden (wapres) pertama Republik Indonesia. Kemudian, pada 3 November 1945, melalui Maklumat X yang dikeluarkan Wapres Mohammad Hatta, didorong pembentukan partai-partai politik sebagai persiapan untuk penyelenggaraan Pemilu 1946. 

Maklumat X memberikan legitimasi kepada partai-partai politik yang sudah terbentuk sebelumnya, baik pada masa pemerintahan Belanda maupun Jepang. Maklumat X juga menetapkan tujuan lain, yakni penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Januari 1946.

Namun, rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena beberapa faktor, antara lain kurangnya perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan Pemilu dan rendahnya stabilitas keamanan negara pada saat itu. Pemerintah dan rakyat saat itu lebih fokus pada upaya mempertahankan kemerdekaan. Hingga akhirnya Pemilu pertama setelah kemerdekaan dari penjajahan Belanda dihelat pada 1955.

- Pemilu 1955

Setelah kemerdekaan dari penjajahan Belanda, pemilu pertama di Indonesia diadakan pada 1955. Pemilu dilaksanakan dua kali yakni untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan pemilihan anggota Konstituante pada 25 Desember 1955.

Pemilu ini adalah pemilu pertama yang berhasil dilaksanakan secara aman, lancar, jujur, adil dan demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. 

Pemilu ini dijadikan pedoman bagi pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan selanjutnya. Diketahui, Pemilu ini diikuti lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Namun, sangat disayangkan, seperti dilansir dari laman kpu.go.id, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan Pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun pada 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.

Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960, dia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan DPR, MPR, BPK dan MA diangkat sebagai pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.

Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemilihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Namun, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasinya kedua lembaga itu di bawah presiden. Padahal, menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.

Hingga Presiden Soekarno diberhentikan MPRS melalui Sidang Istimewa (SI) pada Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan Pemilu.

Justru pada 1963, MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.

- Pemilu 1971

Pemilu kedua seharusnya dilangsungkan pada 1958, namun baru berlangsung pada 1971 karena adanya masalah pada keamanan. Ketika Jenderal Soeharto diangkat MPRS menjadi pejabat presiden menggantikan Soekarno dalam Sidang Istimewa (SI) MPRS 1967, dia juga tidak secepatnya menyelenggarakan Pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. 

Malah Ketetapan MPRS XI/1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan pada 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan Pemilu akan diselenggarakan pada 1971.

Sebagai pejabat presiden, Soeharto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Soekarno, hanya saja dia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau orde lama (orla).

Pada prakteknya, Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan pada 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun Soeharto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.

UU yang diadakan adalah UU tentang Pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. 

Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun. Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. 

Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. 

Jadi sesungguhnya pemerintah juga merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. 

Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Sedangkan kelemahannya sistem ini membuat lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang sia-sia.

Sementara Pemilu 1971 diikuti 10 partai politik dan 1 ormas, yakni Golkar, NU, Parmusi, PERTI, PSII, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, IPKI, PNI dan Partai Murba. Hasil Pemilu 5 Juli 1971 itu menyatakan Golkar sebagai pemilik suara mayoritas diikuti NU, dan Parmusi.

- Pemilu 1977 

Pemilu ketiga berlangsung pada 1977 menandai dimulainya kegiatan pemilihan umum secara periodik tiap lima tahun. Pemilu ini dilaksanakan pada masa orde baru (orba) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Pemilu dilaksanakan serentak pada 2 Mei 1977 dengan diikuti dua partai yang merupakan hasil fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 dan satu ormas. Yakni, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi dari NU, Parmusi, Perti, dan PSII. 

Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba. Serta Golongan Karya (Golkar). Dalam Pemilu ini Golkar menjadi pemenang dengan jumlah suara mayoritas disusul PPP dan PDI. Pemilu ini kemudian diikuti Sidang Umum MPR yang melantik kembali Soeharto yang didampingi H. Adam Malik Batubara menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

- Pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997

Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun.

Pemilu ini dilaksanakan pada masa orde baru (orba) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Peserta pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997 sama yaitu Golkar, PPP dan PDI, dan selama masa pemilu ini Golkar selalu memenangkan suara terbanyak.

Hal ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Dan Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. 

Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Dalam Sidang Umum MPR, Soeharto juga kembali terpilih menjadi Presiden dan membuatnya terus menjabat selama 32 tahun. Kendati demikian, wakil presiden yang mendampingi setiap periode berganti mulai dari Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, Try Sutrisno, hingga Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.

- Pemilu 1999

Digulingkannya pemerintahan presiden Soeharto membuat Pemilu dipercepat, dari yang semula dijadwalkan pada 2002 terpaksa dilangsungkan pada 1999. Pemilu yang berlangsung pada 7 Juni 1999 ini menjadi sejarah Pemilu pertama di masa reformasi. Berbeda dengan Pemilu sebelumnya, pada 1999 terdapat 48 partai yang ikut dalam pesta demokrasi ini.

Partai peserta Pemilu 1999 adalah: Partai Indonesia Baru, Partai Kristen Nasional Indonesia, Partai Nasional Indonesia Supeni, Partai Aliansi Demokrat Indonesia, Partai Kebangkitan Muslim Indonesia, Partai Umat Islam, Partai Kebangkitan Umat, Partai Masyumi Baru, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Abul Yatama, Partai Kebangsaan Merdeka, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Rakyat Demokratik, Partai Syarikat Islam Indonesia 1905, Partai Katolik Demokrat, Partai Pilihan Rakyat, Partai Rakyat Indonesia, Partai Politik Islam Indonesia Masyumi, Partai Bulan Bintang, Partai Solidaritas Pekerja, Partai Keadilan, Partai Nahdlatul Umat, Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Republik, Partai Islam Demokrat, Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Golongan Karya, Partai Persatuan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Uni Demokrasi Indonesia, Partai Buruh Nasional, Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, Partai Daulat Rakyat, Partai Cinta Damai, Partai Keadilan dan Persatuan, Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia, Partai Nasional Bangsa Indonesia, Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia, Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia, Partai Nasional Demokrat, Partai Ummat Muslimin Indonesia, Partai Pekerja Indonesia.

Dari 48 partai tersebut hanya 21 partai yang mendapatkan kursi di DPR dan PDI-Perjuangan keluar sebagai pemenang mayoritas suara. Selanjutnya dari hasil Sidang Umum MPR, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi presiden dan wakil Presiden terpilih.

Pasangan Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputri kemudian digantikan pasangan Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz dari hasil SI MPR RI, pada 23 Juli 2001.

- Pemilu 2004

Pemilu 2004 merupakan Pemilu presiden pertama yang dilakukan secara langsung karena terjadi perubahan amandemen UUD 1945. Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari Pemilu-Pemilu sebelumnya. Perbedaan tersebut pada sistem pemilihan DPR dan DPRD dan sistem pemilihan DPD, serta pemilihan presiden-wakil presiden yang dilakukan secara langsung dan bukan lagi melalui anggota MPR seperti Pemilu sebelumnya, bahkan bisa hingga putaran kedua. 

Selain itu, penyelenggaraan Pemilu juga bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Pemilu untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka.

Partai politik akan mendapatkan kursi sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada, maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut. Pemilu untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.

Selain itu, Pemilu periode 2004, dilaksanakan dua putaran. Putaran pertama pada 5 Juli 2004 dan putaran kedua pada 20 September 2004. Pemilu ini diikuti oleh 24 partai politik dan diselenggarakan pada 5 April 2004. Pemilu 2004 memberlakukan sistem electoral threshold sebesar tiga persen perolehan suara Pemilu 1999.

Partai peserta Pemilu 2004 adalahi: PDI-P, PPP, PKB, Golkar, PAN, PBB, PKS, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Buruh Sosial Demokrat, Partai Merdeka, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Bintang Reformasi, Partai Damai Sejahtera, Partai Patriot Pancasila, Partai Sarikat Indonesia, Partai Persatuan Daerah, Partai Pelopor.

Hasil Pemilu 2004 menyatakan Golkar sebagai pemenang. Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2004-2009.

- Pemilu 2009

Pada Pemilu 2009 dilakukan dengan metode yang sama dari tahun sebelumnya dengan beberapa penyesuaian. Salah satunya adalah penggantian ketentuan electoral threshold pada pemilu sebelumnya dengan parliamentary threshold sebesar 2,5 persen.

Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak di hampir seluruh wilayah Indonesia pada 9 April 2009, dengan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil untuk Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Sementara untuk pemilihan presiden diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Dikuti 3 pasangan calon (paslon), yakni Megawati Soekarno Putri-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Pemilu ini diikuti 38 partai dengan hanya 9 partai yang lolos parliamentary threshold yaitu Demokrat, Golkar, PDI-P, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra dan Hanura. SBY kemudian kembali terpilih sebagai presiden dengan wakil presiden Boediono untuk periode 2009-2014.

- Pemilu 2014

Pada Pemilu 2014, yang dilaksanakan sebanyak dua kali yakni untuk memilih calon legislatif (caleg) serta capres dan cawapres. Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 diselenggarakan pada 9 April (dalam negeri) dan 30 Maret sampai 6 April 2014 (luar negeri). Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat mencalonkan kembali, mengingat sudah menjabat selama dua periode. 

Sesuai aturan perundangan, jabatan presiden dan wakil presiden paling banyak dua periode. Sedangkan partai pengusung adalah partai yang menguasai lebih dari 20 persen kursi di DPR atau memiliki suara 25 persen suara dapat mengajukan pasangan calon. Pemilu presiden dan wakil presiden 2014 diikuti dua pasang calon presiden dan wakil presiden yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. 

Pada 31 Mei 2014, KPU menetapkan 2 pasangan calon presiden dan wakil Presiden tersebut, serta melakukan pengundian nomor urut pada 1 Juni 2014. Proses pemungutan suara dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Pemilu 2014 diikuti oleh 12 partai yakni PDI-P, Golkar, Demokrat, PKB, PPP, PAN, PKS, Gerindra, Hanura, Nasdem, PBB, dan PKPI. 

Dari 12 partai itu, hanya 10 partai yang memenuhi parliamentary threshold sebesar 3,5 persen perolehan suara yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS, Nasdem, PPP, dan Hanura.

Pemilihan presiden dan wakil presiden ini akhirnya dimenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15 persen, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85 persen sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019 itu dilantik pada 20 Oktober, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

- Pemilu 2019

Pemilu 2019 digelar serentak dengan pemilihan presiden pada 17 April. Pada Pemilu ini diikuti 14 partai politik nasional dan 4 partai politik lokal di Aceh. Sembilan partai dinyatakan lolos ke Senayan yaitu PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, PAN, dan PPP. 

Adapun tujuh partai meraih suara di bawah ambang batas parlemen, yaitu Perindo, Berkarya, PSI, Hanura, PBB, PKPI, dan Garuda. PDI Perjuangan menjadi pemenang dengan perolehan suara terbanyak dan 128 kursi di DPR, diikuti Partai Gerindra dan Partai Golkar.

Sementara untuk pemilihan presiden 2019 dimenangkan pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden untuk periode 2019-2024 dengan perolehan suara 55,50 persen, diikuti Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan perolehan suara 44,50 persen.

Hasil dari Pilpres ini telah secara resmi diumumkan KPU pada Selasa, 21 Mei 2019 dini hari. Namun, hasil dari Pilpres ini tidak diterima oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi karena dianggap penuh dengan ketidakadilan, kecurangan, dan kesewenang-sewenangan.

Untuk itu, BPN Prabowo-Sandi mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Pemilu di Indonesia terus berkembang menuju proses yang lebih adil, transparan, dan mewakili kehendak rakyat. 

Dengan partisipasi aktif dari seluruh warga negara, Pemilu di Indonesia akan terus menjadi sarana yang penting untuk mengekspresikan opini politik dan memilih pemimpin yang diharapkan.

- Pemilu 2024

KPU menetapkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2024. Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar diusulkan partai politik Partai NasDem, PKB, dan PKS.

Selanjutnya, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diusulkan partai politik Partai Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Partai Gelora, dan Partai Garuda.

Berikutnya, untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan M Mahfud MD diusulkan partai politik PDI Perjuangan, PPP, Perindo, dan Hanura.

Di sisi lain, KPU telah menetapkan debat capres dan cawapres 2024 digelar lima kali dari Desember 2023 hingga Februari 2024. Debat pertama Pilpres 2024 (debat pertama capres), pada Selasa, 12 Desember 2023.

Lalu, debat kedua Pilpres 2024 (debat pertama cawapres) pada Jumat, 22 Desember 2023. Kemudian, debat ketiga Pilpres 2024 (debat kedua capres) pada Minggu, 7 Januari 2024.

Sedangan debat keempat Pilpres 2024 (debat kedua cawapres) pada Minggu, 21 Januari 2024. Serta debat kelima Pilpres 2024 (debat ketiga capres) pada Minggu, 4 Februari 2024. Sedangkan pemilihan presiden dihelat pada 14 Februari 2024.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close