Nusantaratv.com - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa reformasi di tubuh Polri harus dimulai sejak proses rekrutmen personel untuk mewujudkan polisi idaman masyarakat.
Hal tersebut terangkum dalam diskusi publik "Polisi Sipil Idaman Masyarakat" yang digelar Korps Mahasiswa dan Pemuda NKRI (Kompan) di Kota Serang, Banten, Minggu (13/11).
"Dalam rekrutmen polisi ada satu prinsip yang harus ditetapkan kepolisian, yakni bersih, transparan, akuntabel, dan humanis," kata Sugeng dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Polri sendiri, kata Sugeng, telah mengalami berkali-kali reformasi yang mampu dijalankan, mulai dari reformasi struktural yang sebelumnya di bawah TNI hingga kini berada langsung di bawah Presiden dengan tujuan agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam bertindak.
"Reformasi kultural ini yang belum berhasil, yang tidak berjalan," ujarnya.
Ia kemudian mencontohkan kasus yang perlu menjadi perhatian, yakni Calon Siswa (Casis) Bintara Polri Gelombang II 2022 bernama Sulastri Irwan asal Kepulauan Sula, Maluku Utara, yang sempat tidak lolos gegara faktor usia sebagai casis diberitakan telah lulus dalam seleksi panitia penentu akhir (pantukhir).
"Dalam fenomena Sulastri timbul polemik yang membuat publik makin tidak percaya institusi kepolisian. Sulastri mengaku sudah lulus sampai pantukhir, polisi bilang tidak lulus, lalu dibilang batas umur melewati syarat saat diumumkan. Nah, itu fenomena yang perlu menjadi perhatian," katanya.
Untuk itu, Sugeng menekankan demi reformasi Polri untuk menghasilkan polisi sipil idaman masyarakat maka seluruh pihak di lapisan masyarakat harus berperan aktif dalam membangun kepolisian dengan cara-cara yang baik.
"Polisi harus diajak dialog, kita harus menjadi sahabat polisi untuk mendidik," kata Sugeng.
Embay Mulya Syarief, tokoh masyarakat Banten sekaligus Ketua Umum Pengurus Besar Mathlaul Anwar mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Polri melakukan perbaikan guna memenuhi harapan masyarakat pascaperistiwa yang menuai sorotan publik.
Menurutnya, perbaikan yang seyogianya dilakukan institusi Polri merupakan perbaikan sistem yang dimulai dari proses awal, yakni rekrutmen personel.
"Sebagai sebuah institusi bisa dimulai dari 'input', proses, dan nanti baru 'output'-nya. 'Input'-nya itu dari proses awal, yakni rekrutmen yang jujur, terbuka, dan akuntabel. Sementara prosesnya adalah pembinaan melekat," katanya.
Proses pembinaan personel kepolisian, ujarnya, meliputi kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritualitas. Ia meyakini dengan berbagai perpaduan kecerdasan yang dimiliki personel tersebut, maka Polri ke depannya akan lebih dekat dengan kata humanis dan profesional.
"Jangan hanya mengandalkan kecerdasan intelektual, percuma hanya berperilaku baik di depan komandannya, sementara di belakangnya tidak. Tapi kalau mereka merasa diawasi oleh Tuhan maka akan disiplin kapan pun dan di mana pun," tuturnya.(Ant)