Nusantaratv.com - Salah satu inisiator dan konseptor utama Program Citarum Harum yang juga Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD) Letjen TNI (Purn) Doni Monardo mengatakan harus mulai dipikirkan penanganan Sungai Citarum usai berakhirnya Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, yang akan berakhir pada 2025.
"Mohon kiranya Pak Wagub Jawa Barat dan tokoh masyarakat serta pihak terkait lainnya, untuk mulai memikirkan masa depan penanganan Sungai Citarum setelah berakhirnya Perpres 15 Tahun 2018 ini, yang akan berakhir sebentar lagi," katanya dalam diskusi bertema "Bela Negara Menjaga Alam - Sinergi Pentahelix Sukseskan Citarum Harum" di Sektor 5 Citarum Harum, di Kabupaten Bandung, Kamis.
Program Citarum Harum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, akan berakhir pada 2025.
Karena itu, ia menyarankan mulai saat ini sudah mulai ada pembicaraan untuk menentukan pihak mana yang akan menjadi "ujung tombak" dalam penanggulangan Sungai Citarum dengan akan berakhirnya Perpres Nomor 15 Tahun 2018.
"Jadi saran saya harus mulai ada suatu pembicaraan lewat pertemuan, seminar dan lainnya itu harus seperti apa. Setelah TNI dan Polri tidak lagi dilibatkan di Citarum Harum. Walaupun keterlibatannya ada, namun relatif tidak terlalu banyak, maka siapa yang harus jadi ujung tombak, agar program ini bisa dikawal dengan baik," katanya.
Menurut dia, banyak organisasi, komunitas atau pegiat lingkungan di Jawa Barat yang mungkin bisa diperdayakan terkait penanggulangan Sungai Citarum pasca berakhirnya perpres tersebut.
"Mohon kiranya jajaran dari TNI Polri bisa memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sehingga konsep penataan Citarum ke depan tidak boleh berhenti, aktivitasnya berjalan terus," katanya.
Doni juga sempat mengenang bagaimana buruknya kondisi Sungai Citarum sebelum ada Program Citarum Harum, di mana sungai terpanjang di Jawa Barat ini bahkan sempat dijuluki sebagai sungai terkotor di dunia pada tahun 2018.
"Awalnya, warga sekitar Majalaya tahu bahwa sungai ini, dulu tidak ada airnya, yang ada sampah, kita bisa jalan di atas sungai sekarang airnya mengalir baik. Namun sekarang, berkat kerja keras semua pihaknya kondisinya jauh lebih baik dibandingkan dulu," katanya.
Menurut dia, upaya dalam penanggulangan Sungai Citarum juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab seorang warga dalam membela negaranya.
"Tanggung jawab membela negara ini, termuat dalam UUD negara kita, setiap warga negara wajib dalam bela negara. Nah, apa yang dibela terhadap negara. Itu bukan hanya menghadapi ancaman musuh dari luar, tetapi ancaman kerusakan alam atau lingkungan ekosistem juga harus kita bela," kata Doni Monardo.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan keberhasilan penanganan Sungai Citarum saat ini tidak terlepas dari peranan berbagai unsur, salah satunya kolaborasi TNI-Polri hingga masyarakat.
"Yang diperlukan adalah kesinambungan pemeliharaan keberadaan Sungai Citarum ini. Jangan sampai setelah Perpres 15 Tahun 2018 habis maka terjadi lagi hal-hal yang tidak diingatkan. Oleh karena itu kesinambungan dan kolaborasi tetap dibutuhkan, sehingga bisa saja payung hukum yang ada dilanjutkan atau diperpanjang," katanya.
Menurut dia Pemprov Jawa Barat terus berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, khususnya Sungai Citarum.
Wagub juga mengaku bangga karena kolaborasi penanganan Sungai Citarum ini dijadikan model atau percontohan oleh pemerintah pusat dalam menangani hal-hal serupa.
"Dengan gaya kebersamaan, gaya pentahelix dalam penanganan Sungai Citarum ini luar biasa dan ternyata ditiru. Dengan kebersamaan ini, Citarum jadi hebat karena ada kekuatan kebersamaan," demikian Uu Ruzhanul Ulum .(Ant)