Ignas Kleden, Sosiolog dan Sastrawan Ternama Indonesia Itu Berpulang dalam Damai

Nusantaratv.com - 22 Januari 2024

Dr. Ignas Kleden, MA. (Istimewa/Freedom Institute)
Dr. Ignas Kleden, MA. (Istimewa/Freedom Institute)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Kabar duka menyelimuti dunia sastra Tanah Air. Sosiolog sekaligus satrawan kenamaan Indonesia asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Ignas Kleden, MA., berpulang.

Dia meninggal dunia pada Senin, 22 Januari 2024, pukul 03.46 WIB, di Rumah Sakit (RS) Suyoto, Jakarta Selatan. Alumni seminari tinggi Ledalero tersebut meninggal dunia dalam usia 76 tahun.

"Telah berpulang dalam damai. Bapak Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan."

"Rumah duka untuk persemayaman jenazah serta berita pemakaman akan menyusul. Mohon doa bagi perjalanan akhir beliau. RIP Bapak Ignas Kleden."

"Duka cita mendalam dan doa kami. Semoga almarhum mendapatkan kedamaian sejati di haribaan Allah Maha Kasih. Dan semoga keluarga tercinta yang ditinggalkan, dan mbak Hermien Y. Kleden, mendapatkan penghiburan dari Allah sendiri," demikian ucapan duka dari aktivis sosial Ignatius Sandyawan Sumardi.

Ucapa duka juga disampaikan politisi Benny K. Harman. Menurutnya, Ignas kleden merupakan intelektual besar yang pernah dimiliki Indonesia. 

"Pagi ini saya dapat kabar Pak Ignas Kleden wafat. Kabar duka untuk negeri. Ignas adalah intelektual besar yang pernah Indonesia punya. Benar-benar sebagai guru bangsa. Dia menjadi lilin untuk masyarakat dan bangsanya. Kini dia pergi, selamanya. Selamat jalan Pak Ignas. Beristirahatlah dalam damai. RIP," tulis Benny K. Harman di platform media sosial X (Twitter), dikutip Senin (22/1/2024).

Duka cita mendalam atas kepergian Ignas Kleden juga dirasakan budayawan Goenawan Mohamad. Dia menilai jejak pikiran Ignas Kleden adalah cahaya.

"Ignas Kleden, sahabat, pemikir, tokoh pendiam yang seluruh dirinya berjuang untuk kecerdasan bangsa hari ini pergi. Jejak pikirannya adalah cahaya," ucap Goenawan Mohamad.

Sementara itu, atas nama keluarga Ignas Kleden, Bona Beding, menyampaikan kabar duka sekaligus mengonfirmasi jenazah Ignas Kleden saat ini disemayamkan di Rumah Duka St. Carolus.

"Telah berpulang dalam damai, suami, ayah, kakak kami tercinta Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan."

"Saat ini beliau disemayamkan di Rumah Duka St. Carolus, Jl. Salemba Raya, Jakarta Pusat. Informasi terkait Misa Requiem, pemakaman, dan lain-lain akan menyusul," ujar Bona Beding. 

Ignas Kleden lahir pada 19 Mei 1948 di Waibalun, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT. Dia dikenal aktif sebagai seorang sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra sejak awal 1970-an. Suami dari Ninuk Probonegoro ini menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Ledalero, Maumere, Flores (1972).

Ignas Kleden meraih gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman, pada 1982. Selang 13 tahun kemudian, atau tepatnya pada 1995, dia meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman, pada 1995.  

Ignas Kleden juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores. Dia sempat pula bekerja sebagai editor pada Yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta.

Pada tahun 2000,  dia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur. Saat masih di tinggal Flores, Ignas Kleden sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu. Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.

Setelah hijrah ke Ibu Kota Jakarta pada 1974, Ignas Kleden makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo. Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, harian Kompas, dan lain-lain.

Buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (Cerpen Pilihan Kompas 1997) juga memuat esainya, "Simbolis Cerita Pendek". Kumpulan esai tentang perbukuan, Buku dalam Indonesia Baru (1999), memuat salah satu tulisannya, "Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Politik tentang Kebudayaan". 

Buku kumpulan esainya adalah Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (1988) dan Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004). Dia menulis kata pengantar untuk Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995).

Pada 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Ignas Kleden dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat esai dan kritik kebudayaannya.

Selamat jalan Ignas Kleden!

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close