Nusantaratv.com - Taliban pada Minggu (16/1/2022) mengatakan mereka akan membuka sekolah dan universitas, baik untuk anak laki-laki dan perempuan, pada Maret tahun ini.
Wakil Menteri Informasi dan Kebudayaan Zabiullah Mujahid menegaskan Taliban tidak menentang pendidikan, tetapi anak laki-laki dan perempuan harus sepenuhnya dipisahkan di sekolah.
Dengan demikian, kata Mujahid, diperlukan lebih banyak ruang kelas dan asrama bagi anak perempuan. "Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pendidikan Tinggi bekerja keras untuk membuka kembali sekolah tinggi dan universitas negeri dalam dua bulan," kata Mujahid, seperti dilaporkan The Khaama Press, Minggu (16/1/2022).
Dia menambahkan sekolah-sekolah tinggi di sebagian besar provinsi telah dibuka kembali, sementara di beberapa provinsi lainnya masih ditutup karena masalah politik dan ekonomi. Sebanyak 150 universitas negeri dan 40 universitas swasta di seluruh Afghanistan untuk anak laki-laki dan perempuan ditutup selama hampir enam bulan.
Dan, sejak pengambilalihan Taliban pada pertengahan Agustus 2021, anak perempuan di sebagian besar Afghanistan tidak diizinkan kembali ke sekolah setelah kelas 7. Penutupan sekolah perempuan telah mendapat reaksi tajam di dalam negeri maupun dari komunitas internasional. Banyak negara mendorong agar Taliban memberikan hak pendidikan kepada perempuan.
Sementara itu, sejumlah siswi yang putus sekolah mengatakan pemerintahan Taliban harus menepati janjinya untuk membuka kembali sekolah pada tahun ini. "Kami telah mendengar banyak janji tetapi janji-janji ini harus menjadi kenyataan. Kami kehilangan sekolah karena Covid-19 dan kemudian karena perubahan baru-baru ini di negara ini," kata salah satu siswa, Bahara, dikutip dari Zee News, Senin (17/1/2022).
"Kami menyerukan pembukaan kembali sekolah segera, dan pemerintah harus membuka jalan untuk ini," timpal Azada, siswa lainnya.
Sementara itu, sejumlah guru perempuan mengatakan mereka belum menerima gaji selama lima bulan dan mereka mendesak pemerintahan Taliban untuk mengatasi permasalahan ini.
"Kami sudah lima bulan tidak dipanggil ke sekolah. Bahkan guru-guru di sekolah putra pun nasibnya tidak menentu," ujar Suhaila Omar Zada, salah satu guru.