Nusantaratv.com - Badan Pengurus Pusat dan Badan Pengurus Daerah Jakarta Raya Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meluncurkan gerakan nol karbon dalam rangka menyambut penyelenggaraan G20 di Bali.
Ketua Pelaksana dan Inisiator Gerakan Nol Karbon HIPMI, Muh Aaron A Sampetoding di Kantor BPP HIPMI Sahid, Jakarta Selatan, Selasa, mengatakan, gerakan ini merupakan inisiatif pengusaha muda untuk turut berperan aktif mendukung pemerintah dalam pengurangan emisi karbon.
Melalui gerakan ini diharapkan dapat mengidentifikasi celah kebijakan yang menghambat konversi elektrifikasi kendaraan dan transportasi publik serta ekosistem pendukungnya.
Peluncuran gerakan ini juga dibarengi diskusi bertajuk "Pengusaha dalam Rencana Elektrifikasi di Indonesia" untuk mengajak sektor swasta dan pemerintah berdialog perihal rencana dan target Pemerintah Indonesia terkait elektrifikasi serta mendukung pelibatan sektor swasta dalam adopsi dan percepatan kendaraan listrik di Indonesia.
Diskusi ini menghasilkan konsensus antara HIPMI dan para pemangku kepentingan dari industri kendaraan listrik nasional serta menghasilkan rekomendasi perbaikan regulasi untuk pemerintah.
HIPMI akan menyerahkan konsensus dan rekomendasi ini kepada pemerintah secara resmi melalui acara G20 di Bali.
Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Jakarta Raya, Sona Maesana
menyatakan, siap menjadi motor utama gerakan nol karbon untuk menciptakan pengusaha muda yang tidak hanya berkontribusi meningkatkan ekonomi Indonesia namun juga bersama-sama menjaga lingkungan.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy Asia Tenggara, Faela Sufa yang hadir pada diskusi itu memaparkan pentingnya analisis kerangka kebijakan pendukung rencana elektrifikasi di Indonesia.
Diskusi menghasilkan sejumlah rekomendasi. Pertama, perlunya sinkronisasi kebijakan pemerintah untuk fokus pada kendaraan listrik. Saat ini masih terdapat sejumlah kebijakan seperti PPNBM yang nol atau rendah untuk sepeda motor konvensional dan LCGC yang berpihak pada kendaraan bermotor konvensional.
Kedua, dukungan fiskal dari pemerintah dan institusi finansial seperti suku bunga "leasing" yang lebih rendah, tenor yang lebih panjang, subsidi harga armada kendaraan listrik dan baterai.
Selanjutnya kuota pendanaan khusus untuk industri kendaraan listrik dan keringanan pajak impor CBU selama periode terbatas. Payung hukum diperlukan untuk menjadi dasar penyediaan dukungan fiskal.
Standarisasi baterai dapat menjadi langkah untuk mendorong tumbuhnya infrastruktur khususnya "battery swap station' (SPBKLU), namun perlu dirancang dengan cermat mengingat teknologi baterai masih berkembang di Indonesia.
Selain baterai, infrastruktur pengisian daya juga harus diperbanyak untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Perlu adanya insentif nyata dari pemerintah untuk percepatan infrastruktur pengisian daya.
Selain itu, menurut HIPMI, perlu penyesuaian sejumlah ketentuan teknis, seperti berat dan dimensi maksimal kendaraan khususnya untuk bus listrik, dalam regulasi yang berlaku.
Adanya penghargaan (reward) atau insentif bagi pelaku usaha dan juga konsumen yang telah berusaha untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi
Sebagai pendukung, menurut HIPMI, infrastruktur jalur, khususnya jalur sepeda diperlukan untuk mendorong masyarakat beralih dari motor diesel ke sepeda listrik yang lebih rendah emisi.
Kampanye dan edukasi publik diperlukan sejak dini untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kendaraan listrik, kesadaran akan krisis iklim dan juga keselamatan penggunaan jalan.(Ant)