Nusantaratv.com - Mantan calon presiden Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton menyebutkan pria yang mengalahkannya pada Pemilu 2016, Donald Trump, adalah sosok kuat yang ingin membunuh musuh-musuh politiknya.
Berbicara dalam wawancara podcast yang diunggah pada Jumat (19/4/2024) oleh aktivis Partai Demokrat Mark Elias, Hilarry Clinton mengatakan para pemilih AS telah mengabaikan betapa "berbahayanya" Trump sebagai presiden.
Dia bahkan menyamakan Trump, yang kini menjadi calon dari Partai Republik dalam pemilihan presiden (Pilpres) AS tahun ini, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Putin melakukan apa yang (Trump) ingin lakukan, membunuh oposisi, memenjarakan oposisi, mengasingkan jurnalis dan pihak lain, memerintah tanpa check and balance," kata Hillary Clinton, seperti dilansir dari RT, Minggu (21/4/2024).
"Itulah yang sebenarnya diinginkan Trump," sambungnya.
Ironisnya, Clinton dan suaminya, mantan Presiden Bill Clinton, telah lama dituding oleh sejumlah kelompok konservatif karena menyingkirkan orang-orang yang mengancam kekuasaan atau kekayaan mereka.
Faktanya, jurnalis investigasi Danny Casolaro menciptakan istilah konspirasi "Clinton Body Count" pada akhir 1980-an, mengacu pada kematian misterius orang-orang yang memiliki hubungan dengan keluarga Clinton.
Casolaro ditemukan tewas di kamar hotel West Virginia pada 1991 dengan pergelangan tangannya disayat sebanyak 10-12 kali. Kematiannya dinyatakan sebagai bunuh diri.
Hillary Clinton juga punya kebiasaan menghubungkan Trump dengan Rusia dan Putin. Kampanye kepresidenannya membantu memicu tuduhan campur tangan Rusia pada Pemilu 2016 dengan mendanai dokumen Steele yang sudah didiskreditkan.
Dia mengatakan kepada Elias jika Putin hanyalah salah satu musuh AS yang ingin ditiru Trump, dan panutannya yang lain termasuk Presiden China Xi Jinping dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
"Kita harus sangat menyadari cara dia memandang dunia karena di dunia itu, dia hanya melihat pemimpin yang kuat," sebut Hillary Clinton.
"Dia melihat Putin. Dia melihat Xi. Dia melihat Kim Jong-un di Korea Utara. Mereka adalah orang-orang yang menjadi panutannya, dan kita telah menempuh jalan ini dalam sejarah dunia kita. Kami tentu tidak ingin mengalami hal serupa lagi," tambahnya.
Jika Trump terpilih kembali sebagai presiden, Hillary Clinton memperingatkan, jika hal ini akan seperti memiliki seorang diktator.
"Saya tidak mengatakannya dengan enteng. Kembali dan baca Proyek 2025. Mereka akan memecat semua orang. Orang di pemerintahan yang tahu tentang pandemi apa yang akan terjadi selanjutnya? 'Singkirkan dia, dia tidak memilih saya, atau saya tidak suka penampilannya'," cetus Hillary Clinton.
"Sangat penting untuk memikirkan apa yang bisa terjadi pada dunia kita jika Trump kembali menjabat di Gedung Putih, menarik diri dari NATO, tidak peduli dengan apa yang terjadi di Eropa. Gagasan dia ingin Ukraina gagal, gagasan dia tidak ingin kita bisa mengawasi musuh-musuh kita. Maksud saya, ini adalah prospek yang sangat menakutkan," tegasnya.
Hillary Clinton menyatakan optimismenya jika Trump tidak akan mampu mengalahkan Presiden petahana Joe Biden pada November mendatang. Sebab, kata dia, Partai Demokrat akan menjalankan pemilu di negara-negara bagian utama, termasuk Michigan, Wisconsin, Pennsylvania, dan Arizona.
Sementara Trump menilai seluruh tuduhan terhadapnya adalah bagian dari kampanye kotor yang bermotif politik. Dia menolak tuduhan "Russiagate" sebagai tipuan dan perburuan penyihir yang dimaksudkan sebagai bentuk sabotase kepresidenannya dan menghalanginya untuk menjalin hubungan yang lebih baik antara AS dan Rusia.