Nusantaratv.com - Kuasa hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menghadirkan ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri sebagai saksi ahli dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024. Faisal pun menyebut bantuan langsung tunai (BLT) el nino hanya untuk memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan ada politisasi bansos secara vulgar.
Mulanya, Faisal Basri mengungkit mengenai politik gentong babi atau pork barrel. Menurut dia, fenomena pork barrel ini terjadi di Amerika Serikat, yakni saat anggota parlemen ingin terpilih lagi maka akan memasukkan banyak proyek dengan anggaran besar di daerah pemilihannya.
Ia menilai pork barrel ini dilakukan dengan cara berbeda di Indonesia. Pork barrel di Indonesia, kata dia dilakukan dengan pemberian bansos. Salah satu yang diungkitnya ialah BLT el nino.
"Nah kita lihat, el nino sudah mereda, kemarin juga kalau kita lihat jumlah kekeringan, jumlah banjir dan cuaca ekstrem lebih parah tahun 2021 daripada 2023, kenapa 2021 nggak ada (BLT) el nino?," ujar Faisal.
"Jadi nyata bahwa el nino ini kebutuhan untuk meningkatkan suara, only that, dari segi data itu, ini yang sangat memilukan dan seolah-olah kita semua bodoh. Ramalan cuaca sudah di-support oleh BMKG, BPS sudah di-support oleh BRIN. Jadi tidak dipercaya lembaga yang pemerintah sendiri," imbuhnya.
Ia lalu menyoroti pemerintah yang mengimpor jutaan ton beras. Menurut dia seharusnya harga beras tak naik apabila beras impor ada dan beredar di pasar.
"Dengan segala macam bencana yang selalu ada tetapi tidak ada yang bersfiat nasional, itu luas lahan panen tetap di atas 10 juta, nggak pernah di bawah 10 juta, produktivitas naik sehingga per hektarenya naik sehingga produksi beras cuma turun 600 ribuan ton, tapi seolah-olah kita mau kiamat, diimpor lah 3 juta ton beras," jelas Faisal Basri.
"Logikanya, kalau 3 juta ton beras ini digelontorkan ke pasar, tidak mungkin harga beras mencapai harga tertinggi sepanjang sejarah pada bulan Februari lalu. Jadi kita impor ini untuk apa kalau tidak untuk stabilisasi pangan?," sambungnya.
Ia kemudian menyebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan paling vulgar dalam mempolitisasi bansos di Pilpres 2024. Menurut dia, tiga menteri itu aktif mendemonstrasikan bansos berasal dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jadi, sudah uangnya ada, tapi kurang magnetnya, harus ditujukan ini loh yang ngasih secara demonstratif, maka Airlangga Hartato misalnya dan banyak menteri lagi lah, tapi yang paling vulgar, Airlangga Hartarto, Bahlil, dan Zulkifli Hasan," kata dia.
Faisal mengklaim, Airlangga pernah menyebutkan bahwa bansos yang diberikan merupakan sumbangan Jokowi sehingga masyarakat mesti berterima kasih kepada Jokowi dengan cara memilih kandidat yang didukung Jokowi. Ia mengklaim tindakan serupa juga dilakukan oleh Zulkifli Hasan yang pernah meminta masyarakat untuk mengucapkan terima kasih kepada Jokowi karena telah diberikan bansos.
"Dikatakan juga oleh Menteri Investasi, Pak Bahlil bahwa silakan saja bikin sendiri Bu Risma (pembagian bansos). Dipikir semua menteri mentalitasnya, moralitasnya seperti dia, Bu Risma tidak, tidak mau mempolitisasi bansos," kata Faisal Basri.
Menurut Faisal, tindakan para menteri tersebut menunjukkan bahwa politisasi bansos tak cuma sekadar menggelontorkan uang, namun juga memobilisasi para pejabat.