Nusantaratv.com - Dewan Teh Indonesia (DTI) menyatakan diperlukan intervensi kebijakan dari pemerintah untuk membangkitkan kembali industri teh nasional yang saat ini dalam kondisi melemah.
Ketua Umum DTI Rachmad Gunadi di Jakarta, Jumat, mengatakan industri teh nasional saat ini mulai kehilangan keunggulannya dimana produk teh ekspor Indonesia sedang menghadapi penurunan pangsa pasar di pasar teh dunia akibat melemahnya daya saing kompetitifnya.
Sementara itu, lanjutnya, secara global terjadi peningkatan tren konsumsi teh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Global Tea Revenue mengalami peningkatan sebesar 6,79 persen dengan nilai bisnis setara 247,2 miliar dolar AS.
Secara proyeksi permintaan pasar teh dunia hingga 2027 juga bergerak menuju pertumbuhan permintaan teh hijau dan fruit/herbal tea, sedangkan teh hitam tipe broken mulai menurun.
"Melihat kompleksnya permasalahan industri teh nasional, maka solusi yang dibutuhkan sudah 'beyond of capacity' para pelaku industri teh. Pemecahan berbagai permasalahan industri teh Indonesia membutuhkan intervensi kebijakan secara langsung oleh pemerintah dalam semua elemen dan kelembagaan industri ini untuk mereformasi Industri Teh Indonesia," ujarnya saat menyampaikan Refleksi Teh Indonesia.
Gunadi memaparkan komoditas teh termasuk komoditas sub sektor unggulan perkebunan nasional yang hingga saat ini turut berkontribusi dalam perekonomian nasional di antaranya sebagai penyumbang devisa negara yang ditandai dengan kinerja ekspor impor sebesar 140 juta dolar AS pada 2021 dan perannya dalam pengembangan UMKM nasional.
Industri perkebunan teh mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu pekerja dan menghidupi keluarga lebih dari 1 juta jiwa.
"Namun secara nasional, kondisi bisnis teh saat ini, baik di hulu dan perdagangan sangat memprihatinkan. Dalam lima tahun terakhir produksi, dan luas areal teh mengalami penurunan, diikuti penurunan produktivitas," katanya.
Tercatat pada 2020, Indonesia memproduksi sebesar 126.000 ton teh kering dari 113.000 hektar (ha) lahan teh.
Di satu sisi nilai ekspor dan impor teh Indonesia juga patut untuk diperhitungkan. Tercatat pada 2020 Indonesia memiliki nilai ekspor teh setara dengan 96,3 juta dolar AS atau sebesar 45,3 ribu ton dengan pasar utama negara Eropa.
Namun di sisi lain, lanjut Gunadi, Indonesia dibanjiri oleh produk teh Vietnam, nilai impor total teh Indonesia tercatat sebesar 28,9 juta dolar AS dengan volume 14,9 ribu ton.
"Penyelamatan industri teh Indonesia sangatlah penting mengingat nilai ekspor yang cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara," katanya.
Direktur Eksekutif DTI Harry Hendrarto mengatakan, berbagai strategi pemecahan masalah industri teh nasional sudah dilakukan sejak 2013 hingga saat ini.
Salah satunya program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN ) yang bertujuan membangun kembali agribisnis teh agar bisa memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya, dan dipertajam dalam penyusunan Road Map Agribisnis Teh hingga 2045 pada 2015.
“Namun program ini belum berhasil dan memerlukan evaluasi pada realisasi teknis di setiap value chain teh nasional,” ujarnnya.
Rekomendasi kebijakan
Terkait hal itu DTI merumuskan sejumlah rekomendasi kebijakan bagi pemerintah untuk menyiasati kondisi teh Indonesia terhadap global, permasalahan dan tantangan bagi industri teh nasional.
Rekomendasi tersebut diantaranya Kebijakan Onfarm seperti dukungan fasilitasi kombinasi penggunaan pupuk organik/hayati dengan kimia sebagai Langkah efisiensi penggunaan pupuk kimia sembari menjaga stabilitas produksi , penetapan standar mutu dan formula harga terendah pucuk basah petani secara berkala.
Kebijakan Off Farm, berupa dukungan untuk fasilitasi rehabilitasi kebun dan modernisasi melalui strategic partenship dengan skema joint venture, sehingga pekebun memiliki investasi untuk pupuk dan perbaruan pabrik. Dukungan langkan kemandirian energi untuk pengolahan, sebagai Langkah untuk efisiensi energi dan keberlanjutan.
Kemudian kebijakan harga dan tata niaga seperti fasilitasi dan penguatan market place teh dalam bentuk Indonesia Tea Auction sebagai barometer teh Indonesia yang didukung dengan bridging finance.
Penetapan teh sebagai kategori utama produk Kesehatan dan Kelestarian lingkungan yang didukung edukasi dan promosi yang terencana dengan baik serta penguatan tarif barrier dan non tarif barrier untuk produk teh impor
Selain itu kebijakan Investasi, kebijakan riset dan pengembangan serta kebijakan kelembagaan.
"Diharapkan dengan enam kluster usulan rekomendasi kebijakan dan rencana tindak lanjut jangka pendek, dan menengah harapannya dapat berkontribusi terhadap peningkatan industri teh Indonesia sehingga bisnis teh kembali menggeliat dan Berjaya," ujar Harry.(Ant)