Nusantaratv.com-Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI yang diusulkan Badan Legislatif (Baleg) DPR RI menuai pro kontra di masyarakat.
Muncul kekhawatiran sebagian kalangan atas revisi tersebut, mulai dari soal kembalinya Dwifungsi ABRI, soal TNI berbisnis dan soal masa perpanjangan usia perwira TNI.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) yang juga mantan Panglima TNI (2013-2015) Jenderal TNI Moeldoko menilai hal yang wajar jika muncul pro kontra di masyarakat terkait Revisi UU TNI.
"Karena memang demokrasi kita susah sangat baik. Dan ruang diskusi publik tidak pernah dibatasi oleh Pemerintah. Sehingga masyarakat memang boleh dan silakan untuk mengkritisi juga mendukung. Buktinya yang mendukung juga ada," kata Moeldoko saat menjadi bintang tamu dalam acara DPO Podcast NusantaraTV yang dipandu Pemimpin Redaksi NTVNews.id, Ismoko Widjaya, Senin (12/8/2024).
Moeldoko pun menyampaikan pandangannya terkait Revisi UU TNI secara netral.
"Saya tidak punya pretensi apapun. Yang pertama saya ingin memastikan bahwa Revisi Undang-undang TNI saya pastikan tidak memberi kesempatan TNI untuk berdwifungsi. Kecuali kalau nanti revisinya ada peran TNI di sosial politik sospol. Nah itu bisa membuka pandora nanti. Tapi saya pikir enggak. Enggak ada lagilah itu," ujarnya.
Terlebih kata Moeldoko turunan dari undang-undang itu nanti akan dijabarkan dalam doktrin. Doktrin diturunkan lagi menjadi tugas pokok dan fungsi.
"Tetapi saya ingin menyampaikan juga kepada masyarakat bahwa ada tugas-tugas di luar tugas tempur. TNI itu punya tugas yang namanya OMSP (Operasi Militer Selain Perang) atau bahasa Inggrisnya itu Military Operation Other Than War. Sementara ini ada 14 tugas-tugas itu diantaranya menangani separatis, menangani terorisme. Berikutnya membantu pemerintah dan pemerintah pusat sesuai dengan kebutuhan. Kemudian embantu kalau ada bencana dan seterusnya," terangnya
"Itu tugas-tugas operasi militer selain perang. Dan semua negara menganut itu. Tanggung jawab bagi seorang prajurit TNI adalah membantu untuk berbagai persoalanyang dihadapi oleh masyarakat oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Jadi itu satu," imbuhnya.
Yang kedua, di dalam reformasi internal TNI ada tiga hal yang telah dibenahi.
"Pertama adalah struktur. Perubahan struktur. Engga ada lagi struktur yang berbunyi kotak sosial politik. Hilang," paparnya.
Baca juga: DPO Podcast: Kasus Afif Viral, Polisi Cepat Menyimpulkan Tidak Ada Penganiayaan? Ini Kata Oegroseno
"Kedua yang dibenahi adalah doktrinnya yang direformasi. Engga ada lagi tugas-tugas dwifungsi. Tugas-tugas sosial politiknya engga ada," lanjutnya.
"Ketiga yang dibenahi atau direformasi adalah kulturnya. Kultur di TNI itu dibenahin. Dulu memiliki kultur bisnis dibenahin. Dulu memiliki kultur sosial politik dibenahin, dan seterusnya," sambungnya.
"Saya pikir itu sudah selesai. Tetapi ada mungkin persoalan kultur yang lain. Karena TNI itu berasal dari subkultur. Para prajurit yang datang dari wilayah Timur Indonesia punya kultur sendiri. Dari Jawa punya kultur sendiri. Berikutnya disatukan menjadi prajurit nasional TNI. Harus punya satu kultur.
Kulturnya prajurit TNI," kata Moeldoko.
Seperti apa itu kulturnya prajurit TNI?
"Yang kita perkuat kita bangun dari waktu ke waktu oleh para pimpinan di angkatan dan di Panglima TNI. Memang engga pernah selesai. Bagaimana membangun sebuah kultur prajurit yang betul-betul bisa menjawab apa yang diinginkan oleh rakyatnya," tandasnya.
Atas dasar itu, kata Moeldoko masyarakat tak perlu takut.
Tetapi bagaimana dengan penempatan perwira TNI di lingkungan pemerintahan?
"Terus bagaimana apakah penempatan beberapa perwira di lingkungan pemerintahan itu nanti itu indikator akan memasuki dwifungsi? Itu hal yang berbeda. Kalau mereka-mereka itu masuk di birokrasi itu pada porsi-porsi tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan Bapak Presiden," ungkapnya.
Menurut Moeldoko itu jauh di luar dari peran-peran sosial politik.
"Karena anggaplah dia bekerja sebagai Dirjen. Ya sudah tugasnya hanya itu. Dirjen Kelautan. Dirjen Kelautan hanya berpikir di sektor itu. Engga akan dia berpikir tentang sosial politik," ujarnya.
"Jadi masyarakat enggak usah berlebihan. Ini adalah pandangan saya yang jujur. Pintunya mau masuk dari mana?" pungkasnya.