DPN Peradi Bekerjasama dengan KemenPPPA dan UKI Gelar Seminar dan Sosialisasi UU TPKS

Nusantaratv.com - 27 Januari 2023

Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M, di Seminar Nasional DPN Peradi dalam rangka sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 
Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M, di Seminar Nasional DPN Peradi dalam rangka sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com - Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar Seminar Nasional dalam rangka sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

Seminar yang mengusung tema menarik ‘Proteksi Diri dari Predator Seksual’ ini dilaksanakan secara hybrid via zoom dan offline. Tercatat ada 635 orang yang hadir secara offline dan 1200 orang hadir secara daring. 

Kegiatan  yang dihelat di Graha William Soerjajaya, Universitas Kristen Indonesia (Kampus Cawang), Jakarta Timur ini dibuka secara resmi oleh Ketua Umum DPN Peradi Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M yang ditandai dengan pemukulan gong sebanyak lima kali. 

Seminar sekaligus sosialisasi UU TPKS ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain, I Gusti Ayu Bintang Darmawati S.E., M.SI selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang diwakili Ratna Susianawati S.H, M.H selaku Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Dra. Jaleswari Pramodhawarani M.Hum selaku Deputi V Kepala Staf Kepresidenan yang diwakili oleh Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia, Dr. Dhaniswara K Harjono, S.H., M.H, MBA selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia, Sylvana Maria M.TH selaku Komisoner KPAI, Dra Reni Kusumowardhani, M.Psi selaku Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si selaku akademisi dan Apong Herlina, S.H., M.H., selaku Komisioner Kejaksaan RI.

Turut hadir sejumlah pengurus DPN Peradi antara lain Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Disabilitas, Srimiguna S.H., M.H, Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono, S.H., M.H, Sekretaris Jenderal Peradi Dr H Hermansyah Dulaimi S.H, M.H. 

Pada jumpa pers di sela-sela seminar Ketua Umum DPN Peradi Prof. Dr. Otto Hasibuan mengatakan tujuan dari Seminar Nasional dalam rangka sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), agar masyarakat mengetahui apa isi dari undang-undang tersebut. Sehingga mereka mengetahui mana yang boleh dan mana yang tidak. Juga mana yang hak dan mana yang menjadi kewajiban.

“Hari ini kami dari DPN Peradi bekerja sama dengan UKI dan KemenPPPA menyelenggarakan seminar dalam rangka sosialisasi UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kerjasama ini penting sekali. Karena yang kita bicarakan ini tentang sosialisasi UU TPKS,” kata Otto Hasibuan yang didampingi Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono, S.H., M.H, Sekretaris Jenderal Peradi Dr H Hermansyah Dulaimi S.H, M.H. dan Dekan Fakultas Hukum UKI Dr. Hendri J Pandiangan S.H, M.H. 

“Sebagaimana kita ketahui Undang-undag ini sudah lama sekali digodok di DPR. Sampai 16 tahun. Sampai akhirnya disahkan menjadi undang-undang pada tahun 2022,” imbuhnya.

Tak dapat dipungkiri, sambung Otto Hasibuan, banyak pro-kontra terkait UU TPKS terutama mengenai soal retorative justice.

“Informasi yang kita dengar perdebatannya cukup keras. Mau dimasukkan sebagai salah satu klausul dalam penyelesaian persoalan kekerasan seksual. Tetapi sudah didrop,” papar Otto Hasibuan.

“Selain itu ada beberapa pasal dalam UU No12 Tahun 2022 ini yang sangat luar biasa karena termasuk korporasi pun bisa kena hukuman. Bahkan bisa dituntut ganti rugi Rp5 sampai Rp12 miliar. 

Karena itulah, sambung Otto Hasibuan, DPN Peradi tergerak untuk mengambil peran dalam mensosialisasikan UU TPKS.

Ia menekankan sebagai sebuah organisasi advokat, DPN Peradi tidak hanya berpikir tentang dunia advokat saja.

“Tetapi Peradi juga harus berpartisipasi dalam kegiatan apapun yang dilaksanakan pemerintah demi kepentingan rakyat,” tandas Otto Hasibuan.

Otto Hasibuan lebih lanjut mengungkapkan UU No12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mempunyai latar belakang yang sedemikian rupa.

“Banyak kontroversi karena terjadi perdebatan yang cukup alot. Banyak perbedaan-perbedaan pemikiran yang terjadi. Banyak tafsir yang berbeda-beda,” tuturnya.

“Sehingga itu juga mungkin yang sempat menghambat diundangkannya undang-undang ini. Akhirnya kita lihat langsung praktik-praktiknya saja,” tambanya 

Karenanya kata Otto Hasibuan, DPN Peradi terdorong untuk meyelenggarakan seminar dalam rangka sosialisasi UU No12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Secara formal memang ini adalah tugas pemerintah untuk mensosialisasikan. Tetapi kita juga bisa mengambil peran aktif. Kebetulan banyak sekali kerjasama DPN Peradi dengan Kementerian PPPA. Hampir setiap bulan ada kegiatan. Termasuk juga pelatihan-pelatihan dan sebagainya,” terang Otto Hasibuan.

“Jadi kegiatan seminar dalam sosialisasi UU TPKS ini sangat bagus sekali. Akan kita kembangkan terus karena ini baik untuk perlindungan masyarakat Indonesia

Menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh awak media terkait signifikansi pemberlakuan UU TPKS dan langkah pencegahan tindak kekerasan seksual.

Otto Hasibuan menjawab undang-undang ini harus ada supaya ada hukum positif.

“Tapi kalau pertanyaannya tadi bagaimana caranya jangan sampai timbul lagi peristiwa-peristiwa kekerasan seksual. Persoalan kekerasan seksual tidak mungkin hanya diselesaikan dengan cara membuat undang-undang. Ini adalah perangkat hukum saja,” ujarnya.

“Tapi agar jangan masyarakat melakukan tindak kekerasan seksual banyak faktornya. Tentunya salah satu adalah pelaksanaan dari pada undang-undang ini. Artinya bisa saja salah satu caranya memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku pelanggaran. Bisa membuat efek jera. Namun tidak semata-mata hanya itu. Tentunya harus juga pemahaman masyarakat.

“Terutama adalah pendidikan kepada para remaja. Karena kebanyakan yang menjadi korban kekerasan seksual adalah remaja dan anak. Walaupun orang dewasa juga ada. Agar mereka mengetahui, ini harus dihindari,” lanjutnya 

Otto Hasibuan menyebut kasus kekerasan seksual yang sering terjadi adalah antara atasan dan bawahan. Karena dia adalah atasannya, si bawahan takut. 

“Jadi undang-undang ini bukan satu-satunya cara untuk bisa menghindari terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Tapi salah satu perangkat hukum untuk bisa memberikan hukuman kepada para pelaku,” jelasnya.

“Dengan harapan orang itu tidak akan melakukan perbuatan itu lagi,” tambahnya.

Kalau berbicara secara umum, lanjut Otto Hasibuan,  tentunya semuanya membutuhkan  perlindungan. Tidak hanya untuk para korban. 

“Perlindungan dalam arti pelaku juga harus mendapat bantuan hukum. Jadi harus tetap seimbang. 

Terkait usulan agar pelaku kekerasan seksual dijatuhi hukuman dalam bentuk kebiri, Otto Hasibuan hukuman yang berat juga bisa membuat orang menjadi jera. Melakukan kebiri kepada pelaku juga salah satu cara, tetapi bukan satu-satunya cara,” kata Otto Hasibuan.

Otto Hasibuan menegaskan pendidikan, kesadaran dan partisipasi masyarakat sangat perlu untuk bisa mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. 

“Kekerasan seksual memang harus diperangi. Itu sebabnya Peradi selalu berpartisipasi aktif. Kita aktif memberikan bantuan hukum. Bahkan bagi yang tidak mampu kita memberikan bantuan cuma-cuma.Tidak dipungut bayaran. Ini wujud partisipasi Peradi,” ucapnya. 

Otto Hasibuan kembali menekankan tujuan dari Seminar dalam rangka sosialisasi UU No12 Tahun 2022 adalah agar masyarakat mengetahui mana yang boleh dan mana yang tidak. Begitu juga dengan para pelaku jadi tahu kalau tindakan kekerasan seksual itu dilarang dan bisa kena sanksi pidana.

“Bagi korban akan tahu kalau mereka diperlakukan seperti itu mereka bisa menuntut. Itu dulu yang utama. Mana hak yang mereka harus tahu dan mana kewajiban-kewajiban yang harus mereka lakukan,” papar Otto Hasibuan.

“Sehingga korban bisa melindungi dirinya. Seandainya dilecehkan. Pertama, dia tidak boleh malu.  Karena kesulitan membongkar kasus kekerasan seksual adalah para korban merasa malu dan takut melaporkan kejadian yang mereka alami. Atau ada perasaan terintimidasi. Oleh atasan bawahan tadi,” ungkap Otto Hasibuan. 

Berkaca dari kondisi tersebut, sambung Otto Hasibuan, melalui seminar dan sosialisasi serta berbagai kegiatan lainnya Peradi mengajarkan kepada semua orang agar mereka tahu..

“Bukti-bukti apa yang harus mereka simpan untuk bisa melaporkan tindak kekerasan seksual yang mereka alami. Karena bentuk dan ragam dari tindak pidana kekerasan seksual banyak sekali. Karena bisa dilakukan secara fisik bisa juga dilakukan dengan nonfisik,” terangnya. 

“Harapan kami melalui seminar dalam rangka sosialisasi UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang digelar hari ini, masyarakat semakin memahami isi dari undang-undang tersebut,” pungkasnya. 

UKI Bangga Bisa Kerja Sama dengan DPN Peradi 

Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Hukum Univeristas Kristen Indonesia, Dr. Hendri J Pandiangan S.H, M.H. mengaku sangat bangga bisa menjalin kerja sama yang luar biasa dan positif dengan DPN Peradi. 

Ia juga menyampaikan terimakasih atas kerjasama dalam menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka Sosialisasi UU No12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

“Kami juga menyambut baik seminar dan kegiatan sosialisasi UU TPKS ini. Ini merupakan wujud nyata atau kontribusi nyata UKI terkait upaya pencegahan kekerasan seksual yang banyak menimpa anak dan perempuan,” kata Hendri Pandiangan.

“Dan ini menjadi suatu wadah yang positif sehingga undang-undang ini pelaksanaannya mendapatkan asistensi. Sehingga kita semua tahu,”imbuhnya. 

“Jadi sekali lagi saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada DPN Peradi yang dipimpin Pak Otto.  Tentunya kerja sama kami bukan di sini saja. Kita akan terus bekerja sama dengan DPN Peradi,” lanjutnya. 

Terkait UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, menurut  Hendri Pandiangan ada tiga poin yang penting untuk digaris bawahi. 

“Pertama, bagaimana peran pemerintah dan peran negara muncul ketika terjadi tindak pidana kekerasan seksual yang banyak menimpa anak-anak dan perempuan. Negara harus muncul dan tampil memberikan advokasi. Dan perspektif korban itu menjadi salah satu tolak ukur. Sebagaimana tadi disampaikan oleh Pak Otto. Bagaimana seorang korban bisa memproteksi dirinya,” tutur Hendri Pandiangan.

“Otomatis dia harus tahu. Kekerasan seksual itu apa saja bentuknya. Bisa verbal dan bisa kontak fisik. Bagaimana undang-undang ini melindungi otomatis dia harus tahu korban,” sambungnya. 

Kemudian dalam hal pencegahan, kata Hendri Pandiangan, bisa melalui pendidikan sehingga korban juga tahu haknya. UU TPKS ini memang Lex Specialis otomatis sanksinya berat. 

“Sehingga kita berharap dengan adanya undang-undang ini memberikan perlindungan kepada para korban,” tukasnya.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])