Nusantaratv.com-Dinamika politik di DKI Jakarta jelang Pilkada Serentak 2024 semakin sulit ditebak. Pasalnya, Anies Baswedan terancam tak bisa ikut kontestasi akibat perubahan sikap partai-partai pengusungnya.
Kini santer terdengar bakal terbentuk koalisi KIM plus untuk mendukung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta 2024. Jika benar terjadi otomatis Anies Baswedan akan kehilangan tiket untuk maju.
Di sisi lain, kandidat kuat lainnya di Pilkada DKI Jakarta 2024 yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga terancam tak bisa maju karena suara yang dimiliki PDI Perjuangan tak memenuhi ambang batas (threshold).
Jika Anies dan Ahok tak bisa maju dengan sendirinya Ridwan Kamil akan menghadapi kotak kosong di Pilkada Jakarta 2024.
Banyak pihak menyoroti kemungkinan terjadi fenomena kotak kosong di Pilkada Jakarta dan menilainya sebagai kemunduran demokrasi di Indonesia.
Namun Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah justru menyatakan sikap sebaliknya. Fahri bahkan menegaskan sejak awal dirinya mengatakan pemilihan gubernur di Jakarta sebaiknya ditiadakan saja.
Menurutnya terlalu jauh jika masyarakat di beberapa wilayah di Jakarta membutuhkan perhatian dari Gubernur.
"Saya kan tinggal di Cibubur. Tapi bisa dibilang dekat dengan Jakarta Timur. Jakarta Timur engga diurus oleh Gubernur. Karena kejauhan," kata Fahri Hamzah saat menjadi bintang tamu dalam acara DonCast di NusantaraTV, Kamis (8/8/2024).
"Kasih saja ke wali kotanya. Wali kotanya dipilih rakyat supaya kalau orang mengadu itu ngadunya dekat," imbuhnya.
Kondisi ini, kata Fahri, harus dibaca sebagai persoalan sistem.
Baca juga: DonCast: Calon Kuat jadi Menteri? Fahri Hamzah Buka-bukaan Soal Kedekatan dengan Jokowi dan Prabowo
"Sehingga sebenarnya kalau kita mau tata DKI atau DKJ ini secara lebih baik dalam transisi seperti ini. Kita bikin suksesinya yang lebih adem. Supaya implikasi politiknya pada Gubernur itu enggak banyak," tuturnya.
Fahri mengatakan jika seorang gubernur dipilih dalam situasi konflik ideologi yang berdarah-darah. Akan jadi masalah jika yang menang berseberangan dengan presiden.
"Kalau yang menang mirip dengan jalannya presiden. Tapi bagaimana kalau dia niat untuk melawan presiden. Dan siapun Gubernur DKI ini yang dipilih oleh pilihan rakyat. Besar kemungkinannya dia tergoda untuk maju 2029. Besar sekali. Apalagi di belakangnada kelompok yang menunggu nyari lawannya presiden," ujarnya.
Karena itu, sambung Fahri, lebih baik tensi Pilkada Jakarta 2024 diturunkan. Sehingga metode pemilihannya itu dibikin lebih sederhana.
"Jadi kalau misalnya nanti RK (Ridwan Kamil) melawan kotak kosong atau siapapun melawan kotak kosong. Menurut saya karena politik kotak kosong ini diizinkan di negara kita. Karena adanya threshold dan lain-lain sebagainya. Begitu sajalah," ucapnya.
"Sehingga buat saya adalah penyelamatan transisi menuju IKN," imbuhnya.
Meski begitu, kata Fahri, mungkin banyak orang yang mau battleground (medan pertempuran) DKI ini tetap ada
"Battleground yang berdarah-darah dan bergetah-getah," katanya.
"Karena inilah kota yang paling panas di dunia. Bagaimana pemimpin DKI bisa berpikir waras? Tiap hari demo terbesar di sini. Konflik ideologi ada di sini. Semua yang kacau balau itu ada di sini," lanjutnya.
"Sudah begitu kotanya kotor. Gubernurnya berantem sama presiden. Lupa, banjir enggak diurus karena dia engak kerja sama sama presiden. Banjir, macet, polusi tidak mungkin bisa diselesaikan," pungkasnya.