Nusantaratv.com-Profesor Mahfud MD menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak hanya soal legitimasi pimpinan atau kepalanya yang runtuh tetapi juga soal legitimasi institusinya.
"Kalau legitimasi seseorangnya sudah habis kan. Sudah dipecat tidak dengan hormat," kata Mahfud MD saat hadir dalam acara DonCast di NusantaraTV, Kamis (11/7/2024).
"Tetapi saya ingin mengatakan ini legtimasi institusinya juga,' imbuhnya.
Mahfud menegaskan apa yang sampaikannya tidak ada kaitan dengan hasil Pilpres 2024.
"Sekali lagi disclaimer dulu. Saya tidak akan mempersoalkan hasil Pilpres. Itu sudah selesai. Pak Prabowo dan Gibran menang. Pileg juga sudah," tegasnya.
Ia mengaku ragu dan khawatir jika penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 pada November mendatang masih ditangani KPU yang sekarang ini. Pasalnya, kata Mahfud, secara umum sudah cacat.
"Sekarang yang ke depan November ini. Menurut saya memang agak meragukan dan agak mengkhawatirkan bahkan kalau penyelenggaraan Pilkada itu masih ditangani oleh KPU yang ada sekarang. Karena karena secara umum ini sudah cacat gitu," tandasnya.
Mahfud menyebut terkadang orang berpikir soal prosedur pengunduran diri terkesan rumit. Padahal sejatinya dapat dibuat menjadi hal yang sederhana.
"DPR misalnya ada prosedurnya. Ada prosedurnya semua. Tapi sebenarnya kalau mau disederhanakan, sederhana," ujarnya
"Kan itu ada ketentuan hukum. Seseorang kalau mengundurkan diri itu harus diterima. Jangan beralas-alasan nanti," lanjutnya.
"Karena dulu kita punya ketika banyak orang tidak peduli dengan etika. Semuanya sesukanya karena tidak bisa disentuh oleh bukti hukum. Padahal secara moral sudah cacat secara etik sudah cacat," ungkapnya.
Berbicara soal etika berbangsa, kata Mahfud, ada landasan hukumnya yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor 6 Tahun 2001.
"Masih Ingatkan etika kehidupan berbangsa Tap MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang etika kehidupan berbangsa? Isinya di situ jelas pejabat publik yang membuat kontroversi dan mendapat sorotan dari masyarakat harus mengundurkan diri meskipun belum diadili di pengadilan," bebernya.
"Nah sekarang banyak orang mengatakan saya belum diadili. Kenapa saya harus berhenti? Engga bisa itu. Yang belum diadili itu hukumnya. Kalau etikanya cacat belum diadili juga harus," imbuhnya.
Mahfud mengungkapkan sebenarnya Prokalamator, Muhammad Hatta sudah memberi contoh etika berbangsa.
"Contohnya ada dulu Pak Hatta. Kan dia tidak bersalah cuma merasa tidak bisa berperan. Dia mundur," ungkapnya.
"Nah apalagi sekarang ini sudah bersalah bukan hanya tidak berperan. Sudah busuk. Mestinya lebih hebat," ujarnya.
Kembali ke soal runtuhnya legitimasi KPU, Mahfud mengibaratkan jika kepalanya busuk pastilah badannya juga. Karena kepala dan badan adalah satu-kesatuan.
"Pastilah kan kepala dan badannya dulunya satu-kesatuan. Iya kan?" ucapnya.
Mahfud pun buka-bukaan soal mewahnya fasilitas yang dinikmati para komisioner KPU sekarang ini.
"Ngeri juga loh kalau mendengar data terakhir. Itu yang baru saya dengar. Karena dulu saya Cawapres jadi engga mengikuti bahwa KPU itumobilnya satu orang tiga. Dua mobil untuk keperluan komisioner dan satu plat merah yang juga untuk dia. Juga sama-sama mobil dinas 3," bebernya.
Terkait dugaan yang menyebut komisioner KPU bahkan bisa terbang pakai jet pribadi dan memfasilitasi seseorang. Menurut Mahfud itu bisa dilacak untuk memastikan terjadinya tindakan korupsi.
"Itu bisa kalau dilacak-lacak. Bisa juga itu korupsi kan? Kalau itu uang negara. Bisa. Atau ada yang memfasilitasi untuk ketemu. Itu yang bayar itu gratifikasi namanya masuk undang-undang korupsi," pungkasnya.