DonCast: Megawati Dukung Kader PDI-P Masuk Kabinet Prabowo? Ikrar Nusa Bhakti: Jadi Malapetaka Politik

Nusantaratv.com - 11 Oktober 2024

Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti saat menjadi bintang tamu program DonCast yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV, Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer, Kamis, 10 Oktober 2024.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti saat menjadi bintang tamu program DonCast yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV, Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer, Kamis, 10 Oktober 2024.

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Sinyal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menguat seiring kencangnya wacana pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo sebelum pelantikan.

Apalagi santer kabar PDI-P bakal mendapatkan jatah menteri dalam kabinet Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih periode 2024-2029 itu.

Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengatakan PDI-P seharusnya berada di luar pemerintahan.

"Kalau memang PDI-P atau Megawati meng-endorse anak-anaknya untuk menjadi menteri di kabinet Prabowo, ini buat saya bisa menimbulkan malapetaka politik yang dahsyat," ujar Ikrar. 

Hal itu disampaikannya saat menjadi bintang tamu program DonCast yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV, Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer, Kamis, 10 Oktober 2024.

Ikrar menilai, seharusnya Megawati tahu meskipun dia tidak menyetujui ada oposisi dalam sistem presidensial.

Diketahui, Megawati dalam pidato politiknya saat membuka Rakernas PDI-P di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta Utara, pada 24 Mei 2024, menegaskan tidak ada istilah koalisi dan oposisi dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. 

Sebab, Indonesia menganut sistem presidensial, bukan parlementer. Sehingga, menurut dia, PDI-P berhak menjalin kerja sama politik dengan partai lainnya.

"Tapi bagaimanapun dia (Megawati) tahu persis yang namanya partai itu harus ada yang berani di luar pemerintahan untuk mengimbangi eksekutif," sambungnya.

"Saya bicara sebagai pemilih, bukan sebagai pengamat. Kalau Anda memilih si A atau si B menjadi calon presiden atau wakil presiden, tiba-tiba pimpinan partai Anda atau oligarki di dalam partai itu mengubah impian Anda, menjadikan partai dibawa-bawa untuk masuk ke dalam satu gerbong pemerintah, atau jump on the bandwagon (lompat ke kereta yang sedang berjalan dan masuk menjadi penumpang di dalam kereta tersebut). Coba sakitnya Anda bagaimana?" 

Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti saat menjadi bintang tamu program DonCast yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV, Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer, Kamis, 10 Oktober 2024.

"Selama ini dipikir yang namanya konstituen, rakyat itu dikasih bansos saja sudah lupa, saya enggak mau, saya sebagai seorang yang juga dulu berjuang ikut bagaimana terjadinya reformasi supaya Soeharto juga enggak dipilih lagi oleh MPR pada 1998 juga berharap apa yang kita lakukan pada 1998 harusnya berimbas pada sesuatu yang positif," sebut Ikrar.

Dia menilai Jokowi mematikan demokrasi hanya dalam 1 tahun. "Kenapa saya katakan 1 tahun? Karena proses di MK (Mahkamah Konstitusi) itu hanya beberapa hari sebelum calon Presiden dan Wakil Presiden itu bisa menjadi calon," imbuhnya. 

Menurutnya, Prabowo dan Megawati tidak memiliki sebuah hubungan yang love-hate relationship

"Keduanya benar-benar memiliki hubungan yang genuine. Anda harus lihat yang namanya Soekarno sama Soemitro Djojohadikoesoemo tidak berada dalam kubu yang sama, tidak berada di dalam deologi yang sama. Soekarno itu Nasionalis Marhaenis, sementara Soemitro itu adalah orang yang secara pemikiran ekonomi adalah liberal, tapi secara pemikiran ideologi adalah sosialis kanan, dia anggota PSI (Partai Sosialis Indonesia)," terangnya.

"Soemitro itu melarikan diri ke Malaysia untuk menyelamatkan dirilah, karena kan PSI sama Masyumi waktu itu dibubarkan. Tapi, Megawati pada saat Prabowo mengalami kesulitan berada di luar negeri, stateless (tak bernegara), Megawati yang mengundang (kembali ke Indonesia)," urainya.

Ikrar menyebutkan, Megawati tidak pernah melihat seseorang dari sisi ideologi. "Jadi lebih kuat hubungan Prabowo dengan Megawati dibandingkan Jokowi dengan Megawati. Hubungan Megawati dan Jokowi itu sebetulnya kan yang satu ketua umum, yang satu petugas partai," tukas Ikrar.
 

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close