Nusantaratv.com - Dokter bisa menekan ‘emboli kolesterol’ - kondisi penyumbatan oleh kristal-kristal dan plak pada pembuluh darah - lewat prosedur memasukkan benda medis ke tubuh (invasif) dengan panduan pencitraan (visualisasi), atau istilah kedokteran menyebutnya radiologi intervensi.
Dokter Spesialis Radiologi lulusan Universitas Hasanuddin dr. Kevin Julius Tanady, Sp.Rad, Subsp.RI (K), Kamis, memperkenalkan manfaat dari salah satu teknologi radiologi intervensi yang diberi nama ‘Digital Subtraction Angiography’ (DSA) kepada awak media.
“Dengan DSA, biasanya plak kolesterol ini akan terlihat sebagai penyempitan pembuluh darah. Pada kasus-kasus tersebut, dokter spesialis radiologi bisa memasang stent atau semacam selang yang terbuat dari jala-jala besi untuk melancarkan kembali aliran darah,” kata Kevin kepada wartawan di rumah sakit kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis.
Visualisasi DSA dipandang lebih akurat dari pencitraan resonansi magnetik (MRI) atau pemindaian tomografi terkomputasi (CT-Scan).
“Jadi kalau dibilang CT-Scan akurat 98 persen, 98 persen akurasi yang diperoleh setelah dibandingkan dengan DSA atau ‘gold standard’-nya,” kata Kevin.
Dokter Spesialis Radiologi lulusan Universitas Hasanuddin dr. Kevin Julius Tanady, Sp.Rad, Subsp.RI (K). (ANTARA/Abdu Faisal)
Dalam berbagai literatur kedokteran, kata Kevin, DSA masih dianggap sebagai ‘standar emas’ atau ‘gold standard’ dalam pencitraan vaskular.
“Jadi ini adalah kualitas tertinggi yang dijadikan acuan atau menjadi standar baku dari suatu pemeriksaan pembuluh darah,” kata dia.
Sebagai alat diagnostik, prosedur medis itu memungkinkan deteksi dan evaluasi berbagai kondisi permasalahan aliran darah
Termasuk stroke, pembuluh darah yang memberi makan sel tumor, penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah, penilaian aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah, hubungan tidak normal antara pembuluh darah arteri dan vena, serta gangguan pembuluh darah lainnya.
Saat publik menjalani DSA dengan tujuan diagnostik, tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan pula tindakan intervensi terapeutik selama prosedur diagnostik berlangsung.
Dokter spesialis radiologi, subspesialis radiologi intervensi, dapat melakukan tindakan invasif pada pembuluh darah yang abnormal dengan cara memasukkan obat, alat, maupun implan pada pembuluh yang dituju.
Tindakan invasif melalui prosedur radiologi intervensi dengan DSA, dapat dikategorikan ‘minimally invasive surgery’. Karena minim sayatan, kurang lebih berukuran sekitar tiga milimeter.
Dengan sayatan minimal, maka nyeri yang dikeluhkan pasien akan terasa lebih kecil dan pasien bisa langsung beraktivitas kembali dalam waktu yang singkat.
Namun, prosedur radiologi intervensi menggunakan metode ‘Digital Subtraction Angiography’ (DSA) memiliki prasyarat medis untuk diterapkan kepada ibu hamil dan orang dengan masalah pada ginjal.
Karena DSA menggunakan sinar X dan juga cairan kontras, Kevin mengatakan pihaknya masih bisa melanjutkan prosedur radiologi intervensi lewat DSA jika manfaat kesehatannya lebih besar daripada risiko yang mungkin timbul terhadap janin ibu hamil.
Sedangkan terhadap orang dengan masalah ginjal, maka tindakan DSA bisa dikerjakan dengan syarat setelah itu dilakukan prosedur cuci darah (hemodialisa) yang sudah tersedia di tempat praktik Kevin yaitu Rumah Sakit Royal Progress, Tanjung Priok, Jakarta Utara.(Ant)