Dituduh Gelapkan Dana Rp117 M, Presiden ACT Minta Dibebaskan

Nusantaratv.com - 22 November 2022

Ibnu Khajar. (Kompastv)
Ibnu Khajar. (Kompastv)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum di kasus dugaan penggelapan dana donasi ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air 610. Ibnu Khajar meminta hakim membatalkan dakwaan jaksa.

"Kami mengajukan permohonan kepada majelis hakim yang kami muliakan agar sudilah kiranya demi keadilan menjatuhkan putusan sebagai berikut, menerima dan mengabulkan nota keberatan atau eksepsi terdakwa seluruhnya," ujar tim kuasa hukum Ibnu Khajar saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).

"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," imbuhnya.

Tim kuasa hukum meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari kasus tersebut. Ia juga memohon majelis hakim mengabulkan seluruh nota keberatan yang diajukan kliennya.

"Melepaskan terdakwa dari tahanan. Membebaskan biaya perkara kepada negara," kata dia.

Diketahui, Ibnu Khajar didakwa melakukan penggelapan dana donasi. Jaksa menyatakan penggelapan yang dilakukan petinggi ACT itu terkait dana donasi dari Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.

Dalam surat dakwaan disebutkan Ibnu Khajar melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Hariyana Hermain (HH), yang disebut sebagai salah satu Pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Tuntutan untuk tiap terdakwa itu dilakukan terpisah.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu. Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa Ibnu Khajar," kata jaksa kala membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Perkara bermula pada 29 Oktober 2018, ketika terjadi insiden maskapai Lion Air bernomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

Lalu, The Boeing Company atau Boeing menyediakan dana USD 25 juta melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610. Selain itu, Boeing memberikan dana sebesar USD 25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF), yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan.

"Di mana dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, namun diterima oleh organisasi amal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban," kata jaksa.

Tiap ahli waris korban Lion Air 610 mendapat santunan dari Boeing sebesar USD 144.320 atau senilai Rp 2 miliar. Pihak ACT lalu menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah ditunjuk dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing.

"Bahwa kemudian sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing yaitu masing-masing ahli waris mendapatkan dana USD 144.320 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus dua puluh dolar Amerika) atau senilai Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (kurs Rp 14.000), di mana santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri," ujar jaksa.

"Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing," imbuhnya.

Pada perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial sebesar USD 144.500. Jaksa menyebut Ibnu Khajar bersama-sama Ahyudin dan Hariyana telah menggunakan dana Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp 117,9 miliar di luar peruntukannya. Ibnu Khajar dkk menggunakan uang itu tanpa seizin ahli waris korban Lion Air 610.

"Bahwa Terdakwa Ibnu Khajar selaku Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap dan juga menjabat selaku Senior Vice President Partnership Network Department GIP bersama-sama dengan Saksi Drs Ahyudin selaku Ketua Presiden Global Islamic Philanthropy dan saksi Hariyana binti Hermain selaku Senior Vice President Operational GIP dan juga selaku Direktur Keuangan Yayasan Aksi Cepat Tanggap telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 di luar dari peruntukannya, yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing sendiri," ungkap jaksa.

Menurut jaksa, nilai rencana anggaran biaya pembangunan fasilitas pendidikan yang disetujui oleh Ibnu Khajar tersebut jauh lebih kecil dari nilai jumlah uang yang diterima oleh Yayasan ACT dari pihak Boeing.

"Padahal Terdakwa Ibnu Khajar mengetahui penggunaan dana BCIF tersebut harus sesuai dengan implementasi program Boeing dan pengeluaran biaya administrasi harus bernilai wajar dan biasa," jelas dia.

Akibat perbuatannya, Ibnu Khajar dkk didakwa melanggar Pasal 374 KUHP subsider Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close