Nusantaratv.com - Kepala Dinas Pariwisata Maluku Afandi Hasanusi mengajak sektor perbankan untuk mempermudah pembayaran bagi wisatawan mancanegara (wisman) yang berbelanja di Banda Neira, Maluku.
"Wisatawan mancanegara sekaya apapun dia tapi kalau tidak bisa ambil uangnya sendiri untuk belanja ya percuma," kata Afandi Hasanusi kepada ANTARA di Ambon, Kamis.
Dispar Maluku memilih Bandara Neira di Kabupaten Maluku Tengah sebagai salah satu prioritas destinasi wisata nasional. Sebabnya, Kepulauan Banda dinilai memiliki potensi wisata yang komplet, mulai dari sisi wisata sejarah, arsitektur, wisata bahari, dan budaya.
Sejak pandemi mereda, mulai banyak wisman yang mengunjungi Banda Neira pada tahun ini. Namun, peluang itu belum dimanfaatkan optimal karena turis asing kesulitan untuk bertransaksi karena minimnya infrastruktur keuangan seperti mesin ATM yang bisa menerima VISA.
Selain itu, lanjut dia, layanan penukaran uang valas (money changer) juga tidak tersedia di wilayah ini, dan hotel-hotel belum bisa melayani pembayaran dengan kartu kredit VISA.
"Orang jaman untuk berpergian seharusnya sudah semakin mudah tanpa harus bawa uang tunai banyak karena teknologi sudah canggih," katanya.
Oleh karena itu, Pemprov Maluku sesuai arahan Gubernur Murad Ismail mencoba menyusun peta jalan sektor pariwisata agar pembangunan kepariwisataan ke depan bisa sinergis, terarah, dan melibatkan berbagai pemangku kebijakan sehingga investor mudah menanamkan modal.
Afandi juga mengatakan pihaknya siap berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong peningkatan kinerja layanan perbankan dalam di berbagai destinasi wisata.
Kepala Cabang BNI Ambon Friedson WNK mengatakan sejauh ini baru ada satu hotel berbintang di Banda Neira yang sudah bisa menggunakan layanan BNI untuk bertransaksi dengan kartu kredit Master dan VISA.
"Sekarang kami sedang melakukan upgrading supaya bisa lebih banyak layanannya di Banda Neira karena kami sadari itu sangat dibutuhkan untuk mendukung sektor pariwisata di sana," katanya.
Menurut Friedson, wisman yang berkunjung ke Maluku juga perlu mendapat edukasi agar lebih mudah melakukan penarikan uang di luar negeri karena setiap bank memiliki regulasi khusus untuk perlindungan nasabah.
Turis asing pemegang kartu kredit, lanjut dia, perlu melapor lebih dulu ke layanan bank di negara mereka bahwa akan melakukan kunjungan ke Asia Tenggara atau khususnya ke Banda Neira agar aksesnya dibuka untuk penarikan uang.
"Kalau aksesnya kartu kreditnya sudah dibuka, penarikan uang di mana saja akan mudah," ujarnya.
Sementara itu, pelaku usaha perhotelan di Banda Neira berharap otoritas keuangan dan perbankan membuat regulasi untuk industri pariwisata dalam mendapatkan mesin EDC (Electronic Data Capture) yang memudahkan transaksi pembayaran bagi wisman.
Menurut pengelola The Maulana Hotel di Banda Neira, Mita Alwi, sebagian besar pelaku usaha di Banda Neira sudah bisa melayani pembayaran dengan QRIS (QR Code) dari Bank Indonesia. Namun, penggunaan QR Code baru bisa mengakomodir wisatawan domestik.
"Saya sudah beberapa kali ke sejumlah bank, mencoba untuk memasang mesin EDC. Tapi kebijakan mereka saya nilai tidak masuk akal untuk pelaku usaha yang baru berkembang, seperti harus buka rekening dengan ketersediaan dana sampai ratusan juta dan tidak boleh ditarik dalam jangka waktu tiga bulan," katanya.
Mita mengatakan potensi wisata Banda Neira sangat menarik untuk wisman yang bisa dilihat dari okupansi hotelnya pada 2022 bisa mencapai 90 persen dari tamu luar negeri.
Menurut dia, turis asing berlibur di Banda rata-rata dua minggu hingga satu bulan. Meski demikian, mayoritas turis asing punya kendala yang sama, yakni kesulitan bertransaksi karena tidak bisa menarik uang maupun membayar dengan kartu kredit VISA.
"Saya akhirnya terpaksa menggunakan aplikasi dari luar negeri supaya wisman bisa transfer ke rekening saya, dan saya mengeluarkannya lagi dalam bentuk uang rupiah. Dari satu tamu itu menyebar lewat mulut ke mulut akhirnya banyak turis asing yang datang, padahal tidak nginap di hotel saya, hanya untuk dapat uang tunai," kata Mita yang juga cucu dari sejarawan Des Alwi ini.
Selain itu, ia juga mengatakan wisman yang kesulitan untuk dapat uang tunai akhirnya kerap mendapat bantuan dari warga setempat yang membentuk komunitas layanan money changer.
"Itu money changer berbasis komunitas, bukan untuk bisnis tapi untuk membantu memudahkan tamu," katanya.(Ant)