Dewan Keamanan PBB Serukan Gencatan Senjata di Jalur Gaza, Israel Marah Ogah Kunjungi AS

Nusantaratv.com - 26 Maret 2024

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan gencatan senjata antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas di Jalur Gaza. (Foto: Reuters)
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan gencatan senjata antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas di Jalur Gaza. (Foto: Reuters)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut gencatan senjata segera antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas di Jalur Gaza, setelah Amerika Serikat (AS) tidak memveto tindakan tersebut.

Mereka juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera. Ini adalah pertama kalinya DK PBB menyerukan gencatan senjata sejak perang dimulai pada Oktober setelah beberapa upaya gagal.

Tindakan AS ini menandakan semakin besarnya perbedaan pendapat antara AS dan sekutunya Israel mengenai serangan tentara zionis di Gaza. Hal ini membuat Israel marah.

Pernyataan dari kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan AS telah "meninggalkan" posisi sebelumnya yang secara langsung menghubungkan gencatan senjata dengan pembebasan sandera.

"Sayangnya, Amerika Serikat tidak memveto resolusi baru tersebut," katanya, dilansir dari BBC, Selasa (26/3/2024).

Pernyataan tersebut mengatakan jika hal ini merugikan upaya pembebasan sandera karena memberikan harapan kepada kelompok militan Palestina Hamas jika mereka dapat menggunakan tekanan internasional terhadap Israel untuk mencapai gencatan senjata tanpa membebaskan para tawanan.

Disebutkan juga Netanyahu telah memutuskan untuk membatalkan pertemuan antara delegasi Israel dan pejabat AS di Washington yang dijadwalkan pada pekan ini. Menteri Pertahanan Israel mengatakan Israel tidak akan menghentikan perang di Gaza selama para sandera masih ditahan di Gaza.

Perwakilan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyambut baik resolusi tersebut namun mengatakan resolusi tersebut sudah terlambat. "Dibutuhkan waktu enam bulan, lebih dari 100.000 warga Palestina terbunuh dan terluka, dua juta orang mengungsi, dan kelaparan, hingga dewan ini akhirnya menuntut gencatan senjata segera," kata Mansour.

Hamas, kelompok militan Palestina yang menguasai Gaza dan memicu perang dengan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober, juga menyambut baik resolusi tersebut. 

Dikatakannya, jika pihaknya siap "untuk segera terlibat dalam proses pertukaran tahanan yang mengarah pada pembebasan tahanan di kedua pihak". Kelompok militan ini telah membuat pembebasan sandera dengan syarat pembebasan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

Dalam pemungutan suara DK PBB pada Senin (25/3/2024), AS abstain, sementara 14 anggota lainnya memberikan suara mendukung. AS sebelumnya telah memblokir resolusi yang menyerukan gencatan senjata, dengan mengatakan langkah tersebut adalah tindakan yang salah, sementara negosiasi yang rumit untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera terus berlanjut antara Israel dan Hamas.

Namun pada Kamis DK PBB mengajukan rancangannya sendiri, yang untuk pertama kalinya menyerukan gencatan senjata, yang menandai semakin kuatnya sikap mereka terhadap Israel.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan keputusan AS untuk membiarkan resolusi tersebut disahkan tidak berarti perubahan dalam kebijakan AS. Dia mengatakan AS mendukung gencatan senjata tetapi tidak mendukung resolusi tersebut karena resolusi tersebut tidak mengutuk Hamas.

"Kami sudah sangat jelas, kami sangat konsisten dalam mendukung gencatan senjata sebagai bagian dari kesepakatan penyanderaan. Begitulah struktur kesepakatan penyanderaan, dan resolusi mengakui pembicaraan yang sedang berlangsung," ujar Kirby pada konferensi pers setelah resolusi tersebut disahkan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan resolusi tersebut "harus dilaksanakan" untuk menjamin gencatan senjata dan "pembebasan segera semua sandera tanpa syarat".

Mark Lyall-Grant, yang merupakan duta besar Inggris untuk PBB (2009-2015), mengatakan kepada resolusi tersebut berarti Israel saat ini "pada dasarnya berkewajiban untuk menghentikan kampanye militernya selama 15 hari ke depan", durasi sisa bulan suci Ramadan, yang teksnya menetapkan gencatan senjata.

Dia menambahkan teks tersebut secara hukum mengikat Israel tetapi tidak mengikat Hamas, karena kelompok militan Palestina bukanlah sebuah negara.

AS sebelumnya dituduh menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel di PBB. Namun, mereka semakin kritis terhadap Israel atas meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza, di mana lebih dari 32.000 orang, terutama perempuan dan anak-anak tewas akibat pemboman Israel, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.

AS juga telah menekan Israel agar berbuat lebih banyak untuk menyalurkan bantuan ke Gaza, di mana dikatakan seluruh penduduknya menderita kerawanan pangan akut yang parah. PBB menuduh Israel menghalangi bantuan, sebaliknya Israel menyalahkan PBB karena gagal melaksanakan distribusi.

Perang saat ini terjadi setelah orang-orang bersenjata Hamas menyerbu perbatasan dan menyerang komunitas Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang, menurut perhitungan Israel, dan menyandera 253 orang di Gaza.

Dari mereka yang ditangkap, 130 orang masih belum ditemukan setelah serangkaian pembebasan, penyelamatan dan pemulihan jenazah. Meskipun Israel mengambil keputusan untuk membatalkan rencana kunjungan delegasinya ke Washington akhir pekan ini setelah resolusi Dewan Keamanan, Kirby mengatakan pertemuan yang dijadwalkan antara Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan akan tetap berjalan sesuai rencana.

"Kami berharap dapat menjelaskan kepada Menteri Pertahanan bahwa Amerika Serikat terus mendukung Israel saat mereka melawan Hamas," katanya pada konferensi pers Senin (25/3/2024).

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close