Depok Kota Paling Tidak Toleran

Nusantaratv.com - 31 Maret 2022

Kota Depok. (Net)
Kota Depok. (Net)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menyebut Kota Depok menduduki peringkat 94 atau peringkat terakhir Index Kota Toleran 2021 dengan skor 3,577. Posisi pertama atau kota paling toleran diraih Singkawang,  dengan skor 6,483.

Ismail menjelaskan, kepemimpinan kepala daerah menjadi salah satu faktor signifikan yang membuat sebuah kota jadi toleran atau sebaliknya. 

"Jadi lawan dari pemimpin-pemimpin yang toleran adalah pemimpin-pemimpin yang intoleransi. Dan itu terjadi di Depok, kita bisa melihat bagaimana tidak terbukanya kepala daerah Depok terhadap kemajemukan," ujar Ismail, Rabu (30/3/2022).

Dia memaparkan, permasalahan utama yang menjadikan Depok kota paling intoleran adalah produk hukum yang diskriminatif. Padahal, aspek tersebut memiliki bobot besar penilaian.

"Pertama adalah adanya produk-produk hukum yang diskriminatif, existing dan efektif dijalankan pemerintah," kata Ismail.

Apalagi, permasalahan yang menyebabkan Depok menjadi kota paling intoleran adalah tindakan politik Wali Kota Depok.

"Bukan hanya di level aturan yang itu bobotnya 20 persen, tapi juga tindakan politik Walkot yang tidak toleran," jelas Ismail.

"Jadi bisa bayangkan atas dasar perintah Walkot, gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba sebuah masjid disegel gitu, ini kan problem," imbuhnya.

Lebih lanjut, Ismail mengatakan bahwa penurunan index toleransi di Depok dipengaruhi oleh proses segregasi atau pemisahan yang terjadi 20 tahun terakhir. Segregasi ini mengarah pada proses penyeragaman yang berbasis pada agama dan moralitas.

Ini bahkan ditunjukkan melalui ruang publik yang bernuansa religius seperti sektor properti dengan perumahan Muslim.

"Jadi di Depok warna religiusitas agama which is Islam itu sangat dominan mewarnai banyak ruang-ruang publik. Itu bagian dari proses segregasi yang dipicu oleh kepemimpinan politik di tingkat lokal," kata Ismail.

Walau begitu, ia menyebutkan bahwa elemen masyarakat sipil menjadi faktor penyelamat penilaian toleransi di Kota Depok. Ia melihat beberapa masyarakat sipil mendorong promosi toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

"Tapi itu tidak bisa membantu (penilaian) pada variabel produk hukum daerah, RJPMD, dan kepemimpinan politiknya," tegasnya.

Riset yang dilakukan SETARA Institut mempertimbangkan empat variabel dengan delapan indikator sebagai tolak ukur berbasis paradigma hak konstitusional warga sesuai hak asasi manusia (HAM).

Variabel pertama ialah regulasi pemerintah dengan indikator RPJMD dan kebijakan diskriminatif. Selanjutnya adalah tindakan nyata dengan indikator pernyataan dan tindakan nyata pemerintah kota.

Lalu, variabel ketiga Regulasi Sosial mencakup indikator peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil. Dan variabel keempat Demografi Sosial- Agama meliputi indikator heterogenitas dan inklusi sosial.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close