Nusantaratv.com - Organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia yang tergabung dalam Kelompok Kerja Civil-20 atau C20 working group mengingatkan negara-negara yang tergabung di dalam G20 untuk menerapkan prinsip kesetaraan dalam hal pendanaan pandemi atau pandemic fund.
Koordinator C20 Bidang Akses Vaksin dan Kesehatan Global Agung Prakoso dalam keterangan di Bali, Minggu, mengatakan kelompok masyarakat sipil tidak pernah dilibatkan secara aktif dalam berbagai diskusi untuk menyampaikan pandangan tentang pendanaan pandemi tersebut.
"Padahal di sisi lain yayasan-yayasan dari pihak swasta diberi ruang secara luas," kata Agung.
Alasan program pendanaan global dibentuk karena masalah ketimpangan pembiayaan pandemi yang seharusnya dapat diatasi dengan menyediakan kebutuhan pandemi secara terjangkau untuk negara-negara berpenghasilan rendah.
Pendanaan pandemi diresmikan oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan negara-negara G20 dalam pertemuan di Nusa Dua, Bali, pada 13 November 2022.
Program itu diharapkan dapat mengumpulkan dana sebanyak 10,5 miliar dolar AS untuk digunakan sebagai uang kesiapan pandemi berikutnya.
Kelompok kerja C20 terus mendorong agar pendanaan pandemi menempatkan perwakilan masyarakat sipil yang setara di dalam dewan pengambilan keputusan.
Anggota People's Health Movement (PHM) Dian Maria Blandina mengungkapkan skema pendanaan pandemi didorong melalui pandemic accord dimana salah satu perwujudannya adalah dalam segi pembiayaan.
Skema itu mendorong masuknya Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di dalam mekanisme-mekanisme kesehatan yang membawa masuk swasta melalui yayasan-yayasan untuk menjadi donor, sehingga mekanisme keuangan kesehatan dan kebijakan-kebijakannya akan berpotensi untuk diarahkan oleh donor.
"Di dalam FIF donor terbesar justru datang dari yayasan-yayasan swasta yang seringkali memperhatikan program kesehatan untuk kepentingan mereka. Kepentingan masyarakat tidak akan jadi prioritas," kata Dian.
Lebih lanjut ia menambahkan proposal itu terkesan bagus apalagi awalnya bersumber dari respon Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang lamban dalam mengatasi pandemi.
Menurutnya, WHO juga terjebak di dalam skema yang sama dimana negara-negara kaya menahan kontribusinya pada organisasi tersebut, sehingga akhirnya WHO juga membuka keran untuk didukung oleh donor lain yang akhirnya terkesan lead by donor.
Padahal WHO sudah menempatkan negara-negara di dalam posisi yang setara sebagai pengambil keputusan.
"Perbaikan sistem kesehatan dan penguatan WHO yang seharusnya menjadi prioritas. Indonesia juga sebagai negara berkembang sekaligus presidensi bisa membawa diskusi ini ke arah yang lebih inklusif dan akuntabel," pungkas Dian.(Ant)