Nusantaratv.com - Warga Indonesia lebih beruntung dari Malaysia karena masa tunggu haji paling lama 43 tahun untuk kuota 100 persen atau 86 tahun untuk kuota 50 persen.
"Di Malaysia 141 tahun masa tunggu. Kalau kuota 50 persen (seperti tahun ini) masa tunggu bisa hampir 300 tahun," ujar Ketua Rombongan Haji (Tabung Haji) Malaysia, Dato' Sri Syed Saleh Syed Abdul Rahman, Kamis (21/7/2022), dilansir dari laman resmi Kemenag.
Pernyataan Syed Saleh Syed Abdul Rahman ini disampaikan ketika memimpin rombongan tim haji Malaysia berdialog dengan tim Haji Indonesia di PPIH Daerah Kerja Makkah.
Tahun ini Malaysia memberangkatkan 14.600 jamaah, sedang Indonesia 100.051 jamaah. Jika kuota normal, jamaah yang diberangkat dari Malaysia sebanyak 31 ribu, Indonesia lebih dari 200 ribu.
Selain karena kuota terbatas, lamanya waktu tunggu di Malaysia juga karena aturan ketat yang diterapkan di negeri jiran itu. Malaysia misalnya, melarang penderita penyakit tertentu berangkat haji. Bahkan obesitas atau kegemukan juga menjadi salah satu syarat yang pantang dilanggar.
"Ada aturan Body Mass Index (BMI) dihitung 40 ke atas tidak boleh berangkat. 35-40 kalau punya penyakit bawaan juga tidak dibenarkan berangkat," lanjutnya.
BMI adalah cara menghitung berat badan ideal berdasarkan tinggi dan berat badan dengan menggunakan rumus tertentu. Selain obesitas, calon jamaah haji yang memiliki penyakit bawaan, seperti kencing manis dan darah tinggi, yang tidak terkontrol juga dilarang berangkat.
Proses pemeriksaan kesehatan juga dilakukan hingga dua kali . Selain juga pemeriksaan PCR terkait Covid-19. "Ini yang membuat kita tidak ada jamaah yang sakit. Alhamdulillah jamaah datang sehat. Urusan ibadah juga mudah tidak ada yang tertinggal tidak ada yang jalan lambat," tambahnya.
Untuk tahun ini jumlah jamaah haji asal Malaysia yang meninggal di Arab Saudi juga hanya 1 jamaah. Itupun meninggal sebelum puncak haji. Tiap tahun, kata dia, Pemerintah Malaysia mengumpulkan para ahli kesehatan untuk merumuskan penyakit bawaan apa saja yang dilarang bagi jamaah haji.
"Sebelum bulan puasa, kita sudah kumpulkan pakar kesehatan. Mereka merumuskan dan kita tinggal jalankan untuk kriteria jamaah seperti apa," jelasnya.
Sama halnya dengan Indonesia, Malaysia tahun ini juga menerapkan batasan usia jamaah haji adalah 65 tahun. Protokol kesehatan antisipasi Covid-19 juga diterapkan dengan melalukan PCR bagi seluruh jamaah sebelum berangkat ke Arab Saudi.
Selain itu, para jamaah juga berangkat sebagian menggunakan Saudi Arabia Airlines dan sebagian menggunakan Malaysia Airlines. Sebagian jamaah Malaysia saat ini juga telah dipulangkan ke tanah air mereka.
Ada sedikit perbedaan antara Malaysia dan Indonesia. Jamaah Indonesia mendapatkan program Arbain, yakni salat 40 waktu berjamaah di Masjid Nabawi Madinah. Kalau Malaysia, program ini sudah dihapuskan dengan alasan sunnah dan untuk efisiensi waktu.
"Sudah 10 tahun Arbain kita hilangkan dari buku-buku panduan haji di Malaysia," urainya.
Menurut Syed Saleh Syed Abdul Rahman, aturan ketat ini sebenarnya juga banyak ditentang di Malaysia. Namun untuk tahun ini, mereka menekankan aturan kesehatan karena masih massa pandemi.
Dalam kesempatan ini, pihak Tabung Haji Malaysia memuji tim haji Indonesia. Dengan jumlah jamaah lebih tiga kali lipat, petugas haji Indonesia bisa melayani dengan baik.
Selain itu, tim haji Malaysia juga memuji kesiagaan tim kesehatan haji Indonesia yang menyiagakan beberapa ambulan khusus jamaah, utamanya saat Safari Wukuf. Hal itu belum bisa dilakukan Malaysia.
Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) RI Hilman Latief mengatakan secara umum pelaksanaan haji di Indonesia dan Malaysia sama.
Untuk waktu tunggu, Indonesia lebih beruntung karena mendapatkan kuota lebih besar. Hanya di Indonesia aturan untuk jamaah tidak bisa seketat Malaysia. "Kami di Indonesia tidak bisa menuangkan kalau berat badan pun ditentukan," ujar Hilman.
Dalam kesempatan ini, kedua pihak sepakat untuk terus menjalin kerjasama dan saling tukar pendapat demi pelaksanaan haji yang lebih baik. Kedua pihak juga sepakat untuk minta kepada Kerajaan Arab Saudi menambah jumlah kuota haji dan disertai penambahan fasilitas, khususnya selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina.
Baik Indonesia maupun Malaysia juga akan minta Arab Saudi mengurangi biaya Masyair yang dinilai memberatkan jamaah. "Kami (Indonesia dan Malaysia) memperbincangkan prosesi tahun ini. Bertukar pikiran dan saling mendapatkan informasi terkait layanan umum dan layanan kesehatan. Ini bukan pertemuan terakhir, kami akan terus menjalin kerjasama," tutup Hilman.