Nusantaratv.com - Angka kekerasan terhadap anak di Sumatera Barat pada 2022 cukup tinggi sehingga dibutuhkan peran semua pihak termasuk masyarakat untuk mengantisipasi sekaligus memberikan perlindungan terhadap korban.
Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Evi Yandri Rj Budiman di Padang, Selasa mengatakan hingga Oktober 2022, laporan kekerasan yang masuk ke instansi terkait sudah mencapai 300 kasus lebih.
"Itu yang data yang dilaporkan. Kemungkinan banyak yang tidak dilaporkan. Angkanya bisa empat kali lipat dari yang dilaporkan," katanya pada Bimbingan Teknis Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Sumbar.
Menurutnya, kekerasan pada anak tersebut tidak hanya terjadi pada perempuan tetapi juga anak laki-laki karena itu tindakan antisipasi tidak bisa hanya berdasarkan gender.
Ia mengatakan keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan salah satunya melalui masyarakat PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat).
"PATBM bisa menjadi wadah atau penggerak, bagaimana kekerasan terhadap anak terkawal dengan baik. Juga terfasilitasi, tidak bertambah angkanya. Hak-hak anak dapat terlindungi," katanya.
Mewakili Kepala Dinas P3AP2KB, Sukarma mengatakan perlindungan terhadap anak menjadi tanggung jawab kedua orangtua, keluarganya, masyarakat, dan juga negara.
"Tanggung jawab orang tua terhadap anak sangat penting, namun harus ada dukungan dari masyarakat. Menjaga antar sesama dan peduli dengan masalah kekerasan seksual pada anak, akan membantu mengurangi kasus,"katanya.
Terhitung 31 Oktober 2022 data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), mencatat ada 371 kasus, dengan rincian kekerasan fisik sebanyak 70 kasus, psikis 77 kasus, seksual 227 kasus, eksploitasi 3 kasus, trafficking 2 kasus dan penelantaran 14 kasus.
Kasus yang terbanyak adalah kekerasan seksual dengan tempat kejadian yang paling banyak terjadi di rumah tangga, yakni 226 kasus, dengan usia terbanyak 13-17 tahun.
"Kekerasan seksual pada anak merupakan tingkat kekerasan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kekerasan fisik dan psikologis,"ujarnya.
Kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es. Kasus-kasus yang terungkap dan terlaporkan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kasus yang terjadi di masyarakat.
Secara umum kekerasan seksual pada anak adalah bentuk paksaan kepada seorang anak dalam aktivitas seksual, diantaranya melihat, meraba, pencabulan dan pemerkosaan. Pada umumnya masyarakat mendefinisikan kekerasan seksual itu hanya dalam bentuk pemerkosaan saja.
Padahal, segala aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak dalam bentuk paksaan juga merupakan kekerasan seksual, walaupun hanya paksaan untuk melihat bagian intim seorang anak.
"Kita harapan kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran melindungi anak dari kekerasan seksual,"katanya.
Ketua Panitia PATBM Rosmadeli mengatakan kegiatan tersebut bertujuan menjalin komunikasi, integrasi dan sinergi program dengan lembaga layanan. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Kegiatan itu melibatkan sebanyak 54 orang dengan menghadirkan narasumber, Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Evi Yandri, DP3AP2KB Provinsi Sumatera Barat, UPPA Polda, PKBI, DP3AP2KB Kota Padang dan Fasilitator PATBM Sumatera Barat.(Ant)