Nusantaratv.com - Evans Alfons selaku ahli waris pemilik 20 Dusun Dati termasuk Dati Kudamati mengatakan, bahwa penyegelan terhadap RSUD Dr Haulussy Kudamati, Ambon oleh Johanes Tisera, merupakan tindakan yang melawan hukum.
Hal tersebut menurut Evans dikarenakan putusan yang dijadikan dasar penyegelan, adalah putusan yang bersifat Deklaratoir.
"Putusan yang bersifat deklaratoir adalah putusan yang tidak dapat dieksekusi. Sehingga penyegelan yang dilakukan, adalah tindakan sepihak yang sangat keliru, dan bukan atas perintah Pengadilan." ujar Evans Alfons dalam keterangannya.
"Setahu saya, segala bentuk-bentuk penyegelan atau eksekusi itu harus atas perintah pengadilan. Nah kalau kita berbicara terkait perintah pengadilan, maka kita harus kembali kepada bentuk Putusan Pengadilan No. 38/Pdt.G/2009/PN.Ab Jo No. 18/PDT/2011/PT. Mal Jo No. 1385K/PDT/2012 Jo No. 512PK/PDT/2014 dimana tidak ada satupun klausul yang menyatakan Pemerintah Provinsi Maluku wajib membayar uang ganti rugi kepada Johanes Tisera, juga tidak ada tertulis uang ganti rugi sejumlah Rp. 49.987.000.000." bebernya.
Evans menyatakan bahwa pembayaran uang Negara sejumlah 18 Miliar lebih sejak tahun 2019, dilakukan tanpa perintah Pengadilan.
"Tetapi hanya melalui kesepakatan antara Johanes Tisera dengan oknum-oknum tertentu di Pemerintah Provinsi Maluku dihadapan Notaris Rostiaty Nahumarury SH." imbuhnya.
Evans menambahkan bahwa tindakan itu merupakan tindakan keliru.
"Inikan cara yang saya duga keliru karena tidak memiliki kekuatan hukum apalagi sejak tanggal 27 Agustus 2018 Putusan Pengadilan No. 62/Pdt.G/2015/PN.Amb Jo No. 10/PDT/2017/PT.Amb Jo No. 3410.K/PDT/2017 yang menyatakan surat penyerahan 6 potong Dati kepada HJ Tisera adalah cacat hukum telah berkekuatan hukum tetap." katanya.
"Untuk masyarakat tahu, surat penyerahan 6 potong Dati tertanggal 28 Desember 1976 adalah surat dasar kepemilikan Johanes Tisera mengklaim tanah RSUD DR Haulussy Kudamati Ambon. Menurut Tisera RSUD Dr Haulussy berdiri diatas Dati Pohon Katapang sesuai Surat penyerahan tertanggal 28 Desember 1976 itu." lanjutnya.
Evans menjelaskan bahwa surat tersebut telah dibatalkan berkali-kali oleh Saniri dan Pemerintah Negeri Urimessing.
"Yakni pada tahun 1983, tahun 1994, tahun 2011 dan tahun 2013. Puncaknya dinyatakan cacat hukum melalui Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan telah dieksekusi pada tanggal 18 Oktober 2023." terangnya.
"Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon selaku pihak dalam perkara No. 62/Pdt.G/2015/PN.Amb Jo No. 10/PDT/2017/PT.Amb Jo No. 3410.K/PDT/2017 wajib tunduk dan patuh terhadap Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah dieksekusi sehingga, tidak boleh menerbitkan Sertifikat dalam bentuk apapun yang didasarkan pada permohonan Johanis Tisera berdasarkan surat penyerahan 28 Desember 1976 yang cacat hukum."
"Nah, dengan demikian, saat ini Johanes Tisera tidak memiliki legalitas selaku pemilik tanah Dati Pohon Katapang bagaimana bisa dia mengklaim selaku pemilik tanah RSUD Dr Haulussy tanpa dasar kepemilikan yang sah ? jika dia berpatokan hanya pada Putusan Pengadilan No. 38/Pdt.G/2009/PN.Ab Jo No. 18/PDT/2011/PT. Mal Jo No. 1385K/PDT/2012 Jo No. 512PK/PDT/2014, jangan dia lupa bahwa sifat putusan pengadilan hanya mengakui atau menolak Dasar kepemilikan yang sudah ada bukan putusan dipakai sebagai dasar kepemilikan. Jadi kalau dasar kepemilikan sudah cacat hukum dan ditolak oleh Pengadilan, maka segala perbuatan hokum menjadi cacat hokum jika didasarkan bukti kepemilikan yang cacat hukum." ungkapnya.
Untuk itu kata Evans, tepat jika Pemerintah propinsi Maluku meminta pertanggung jawaban Johanes Tisera karena telah menikmati uang ganti rugi sejumlah 18 miliar lebih.
"Namun tidak memiliki legalitas selaku pemilik tanah berdasarkan bukti kepemilikan yang cacat hukum dan telah dieksekusi." tutup Evans.***