Nusantaratv.com - Ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Dr. Rita Ramayulis, M. Kes, DCN membagikan lima kiat pengaturan pola makan atau diet yang dapat diterapkan sehari-hari untuk mencegah seseorang mengalami diabetes.
“Bagaimana yang harus kita lakukan? Bagi kita yang belum terkena ataupun bagi masyarakat yang belum terkena (diabetes), maka tips pertama dengan melihat hal terkait dengan frekuensi makan,” kata Rita yang juga merupakan Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA) dalam webinar yang digelar Kemenkes diikuti di Jakarta, Senin.
Kiat pertama yaitu merencanakan jam makan untuk sehari dan tidak lagi mengandalkan rasa lapar ataukah tidak lapar. Merujuk pada penelitian yang dia himpun, Rita mengatakan jam makan dalam sehari dapat dibagi menjadi frekuensi lebih sering atau 5-6 kali sehari dari total kebutuhan kalori individu.
“Dikatakan bahwa orang yang makan dengan kebutuhan (misalnya) 2000 atau 1500 kalori sesuai kebutuhan sehari namun dikonsumsi dengan beberapa kali waktu makan dengan frekuensi yang lebih sering, ternyata memiliki kadar glukosa darah yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan yang hanya makan (dengan frekuensi) dua atau tiga kali sehari,” kata Rita.
Namun, dia mengingatkan masyarakat saat ini masih beranggapan bahwa yang disebut dengan makan ialah dalam proporsi dalam piring besar. Padahal sesungguhnya, makan berarti memasukkan zat gizi ke dalam mulut. Dengan begitu, misalnya, seseorang yang makan omelet telur saja atau minum segelas susu saja di pagi hari sudah bisa dikatakan makan sarapan.
“Dengan diatur pola makan dan sama dari hari ke hari secara konsisten (dengan frekuensi sering), terbukti ampuh untuk membuat kadar glukosa darah itu berfluktuasi baik. Dan ini tentu akan menurunkan risiko hipo ataupun risiko hiper (glukosa) yang dua-duanya sama berbahayanya,” kata Rita.
Kiat selanjutnya yaitu merencanakan jumlah karbohidrat pada setiap jam makan. Caranya dengan mengeliminasi atau memangkas jumlah sumber karbohidrat tinggi dan tidak mengandung zat yang tidak dibutuhkan individu.
“Contohnya roti putih. Semula kita makan dua, kita bisa potong separuh. Jadi kita makannya separuh. Untuk kenyangnya, kita akan cari dari sumber serat yang bisa memberikan rasa kenyang,” kata dia.
Rita mengatakan kiat eliminasi atau pemangkasan tersebut merupakan upaya untuk membuat jumlah karbohidrat lebih sedikit walaupun berdampak pada rasa kelaparan seperti ada jam makan yang belum terpenuhi. Oleh sebab itu, kiat berikutnya yaitu terkait asupan serat dapat menyeimbangkan kebutuhan dari rasa lapar.
Dia menjelaskan peningkatan asupan serat pada menu harian dapat bermanfaat untuk mendapatkan fluktuasi glukosa dalam darah yang relatif lebih stabil.
Rita menawarkan cara agar serat harian dapat tercukupi dengan cara isi separuh piring makanan dengan sayuran terutama sayuran tipe A yang tidak mengandung karbohidrat sama sekali namun tetap memberikan rasa kenyang serta kaya serat, vitamin, dan mineral dan contohnya seperti timun, tomat, jamur kuping, labu air, selada, lobak, oyong, dan seterusnya.
Dia juga mengingatkan dalam satu porsi piring sebaiknya makanan pokok dikombinasikan atau dimodifikasi yang tidak lagi berfokus roti dan nasi saja, melainkan juga bisa dengan kentang, jagung, ubi merah, ataupun singkong yang merupakan jenis makanan pokok yang lebih berserat.
Selain itu, lauk juga harus berimbang antara protein hewani dan nabati serta jangan lupa konsumsi buah secara utuh atau bukan dalam bentuk jus dan jika memungkinkan disarankan konsumsi beserta dengan kulitnya.
Kemudian, kiat lain yaitu memilih makanan pokok dengan indeks glikemik lebih rendah seperti kentang, jagung, dan ubi yang dapat dikonsumsi sehari-hari. Kiat terakhir yaitu memodifikasi asupan lemak dengan cara meningkatkan asupan lemak tidak jenuh dan menurunkan asupan lemak jenuh.(Ant)