Nusantaratv.com - Sebanyak 145.599 tahanan beragama Islam di Indonesia dapat pengurangan masa pidana setelah menerima RK I, sementara 661 narapidana bebas berkat Remisi Khusus (RK) level II Idul Fitri 1444 Hijriah.
Remisi khusus Lebaran 2023 diterapkan bagi narapidana beragama Islam. Tahun ini 196.371 orang napi yang dipertimbangkan untuk mendapatkan remisi atau pengurangan masa pidana. Namun dari jumlah tersebut hanya 146.260 yang lolos persyaratan untuk jadi penerima RK.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Rika Aprianti mengatakan, pemberian RK Idulfitri adalah simbol kemenangan bagi narapidana atas perjuangan dan keseriusannya untuk terus memperbaiki diri.
"Bapak Menteri menyebut bahwa masa pidana yang dijalani merupakan kesempatan untuk terus introspeksi diri dan sarana untuk mengasah kemampuan spiritual dan intelektual agar menjadi bekal saat warga binaan bebas dari Lapas, Rutan, atau LPKA," ujar Rika, Jumat, 21 April 2023.
Sebaran penerima pengurangan masa pidana paling banyak ada di Sumatra Utara dengan 15.515 napi, disusul Jawa Barat sebanyak 15.475 tahanan, lalu Jawa Timur dengan jumlah 15.408 orang.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan se-Indonesia juga menekankan soal nilai introspeksi diri dalam pemberian RK ini.
Artinya, kata Rika, remisi merupakan penghargaan negara bagi para narapidana, yang selalu mengupayakan perubahan diri ke arah yang lebih baik lagi, serta menjadi rakyat yang lebih bermanfaat bagi sekitar.
"Kami berharap remisi yang diberikan hari ini dapat memotivasi warga binaan untuk terus memperbaiki diri dan menghindari perbuatan yang melanggar hukum," ucap Rika.
Pemberian RK Idulfitri ini bukan hanya mempercepat reintegrasi sosial, namun Rika menekankan bahwa RK dinilai menguntungkan negara, sebab berpotensi menghemat biaya anggaran makan para tahanan hingga Rp72.810.405.000.
Untuk diketahui, RK hari ini merupakan satu dari sekian banyak hasil produk digitalisasi pelayanan publik, oleh integrasi antara Unit Pelaksana Teknis, Kantor Wilayah, dan Ditjenpas. Rika menambahkan bahwa basis teknologi informasi dikembangkan salah satunya untuk mengurangi praktik pungutan liar oleh oknum APH.
"Seperti sudah ditegaskan Bapak Menteri, warga binaan tidak perlu khawatir lagi untuk mendapatkan hak-haknya sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan," ucapnya.