Nusantaratv.com - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman memandang screening pemeriksaan virus corona (Covid-19) menggunakan metode rapid test antigen sudah cukup ideal sebagai syarat perjalanan warga guna mengakses moda transportasi di Indonesia.
Ini dinyatakan Dicky guna merespons pemerintah yang baru-baru ini membuka peluang untuk kembali mewajibkan syarat tes PCR dalam moda transportasi sebagai salah satu upaya menekan mobilitas warga. Pemerintah khawatir mobilitas warga yang tak terbendung memicu gelombang tiga Covid-19 di Indonesia.
"Kalau pada moda transportasi, tentu harus cari yang cost effective atau murah, kemudian kalau mau dilakukan secara massal ya harus cepat. Kalau bicara yang murah dengan kriteria cepat dan mudah ya rapid test antigen atau yang disebut lateral flow test," ujar Dicky, Selasa (9/11/2021).
Dicky juga memahami bahwa metode pemeriksaan PCR merupakan 'golden standard' dari segala jenis pemeriksaan untuk deteksi Covid-19 saat ini. Namun, Dicky juga mengingatkan bahwa strategi pemeriksaan khususnya pada syarat perjalanan harus merujuk strategi kesehatan masyarakat, bukan fokus pada strategi klinis.
Dicky menjelaskan, pemeriksaan dengan metode PCR paling ideal digunakan untuk mendiagnosis warga yang bergejala, hingga digunakan untuk aktivitas penelusuran kontak alias tracing sehingga penularan Covid-19 dapat diminimalisasi sedari dini.
Sementara pada syarat perjalanan menurutnya dibutuhkan suatu model testing yang cepat. Ia juga menyebut, rapid test antigen juga sudah dipercayai Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai metode screening Covid-19 dengan tingkat akurasi mencapai 80 persen lebih.
"Strategi testing yang dipilih saat ini harus yang selain efektif, mudah, dan cepat, juga harus merujuk kesehatan masyarakat. Karena tujuan ini adalah memastikan orang bisa segera bepergian atau harus ditahan dulu karena bergejala atau hasil rapid test-nya positif Covid-19," jelasnya, mengutip CNNIndonesia.com.
Dicky menyinggung riset terakhir dari University College London yang menyebutkan bahwa rapid test antigen sangat berguna sebagai alat kesehatan masyarakat dalam memutus rantai penularan Covid-19.
Ia menyebut rapid test antigen kendati memiliki kelemahan false negative, namun ia juga mampu mendeteksi Covid-19 secara cepat. Kemampuan itu menurutnya dibutuhkan, lantaran 1/3 orang yang terpapar Covid-19 tidak banyak menunjukkan gejala namun tetap bisa menular.
"Juga berbasis penelitian ini bahwa rapid test antigen ini, orang yang memiliki hasil positif dari rapid test harus dipercaya bahwa dia harus dikarantina saat itu juga, tidak boleh ke mana-mana," lanjut Dicky.
Lebih lanjut, Dicky tak mempermasalahkan apabila pemerintah memang memutuskan untuk menetapkan tes PCR sebagai standar perjalanan. Namun untuk mencakupi akses murah, maka ia meminta agar pemerintah memberlakukan untuk seluruh moda transportasi, ditambah subsidi tarif pemeriksaan tes PCR.
Batasan tarif tertinggi pemeriksaan screening Covid-19 melalui tes PCR saat ini masih berada pada tarif Rp275 ribu untuk daerah di Jawa-Bali, dan Rp300 ribu untuk daerah luar Jawa-Bali.
"Jadi tarifnya disamaratakan seluruhnya dulu, kemudian subsidi juga rata. Kalau bisa diturunkan hingga mendekati harga rapid test antigen," ujar Dicky.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan baru-baru ini mengatakan pemerintah sedang mengkaji untuk menerapkan kembali kebijakan kewajiban tes PCR bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan.
"Dari PCR itu sedang kami kaji," kata Luhut dalam konferensi pers, Senin (8/11/2021).
Pemerintah, kata Luhut, akan mempertimbangkan jumlah mobilitas masyarakat dan kenaikan kasus jelang Natal dan Tahun Baru. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus pada akhir tahun.
Ia juga meminta warga untuk tak gampang melabeli pemerintah inkonsisten lantaran kebijakan ini. Menurutnya setiap kebijakan selalu dievaluasi berdasarkan tingkat mobilitas warga selama pandemi Covid-19.