Menjaga dan Mengolah Boga Bahari Indonesia Timur

Nusantaratv.com - 08 Desember 2022

Ilustrasi bahari Indonesia Timur (Pexel/Tom Fisk)
Ilustrasi bahari Indonesia Timur (Pexel/Tom Fisk)

Penulis: Habieb Febriansyah

Nusantaratv.com - Bagian timur Indonesia sudah dikenal akan hasil laut yang segar dan menggugah selera berkat ikan dan biota laut lain hidup dalam ekosistem laut yang baik. Terumbu karangnya masih bagus, mangrove dan padang lamunnya juda dalam kondisi baik.

Alumni Masterchef Indonesia musim 8 La Ode sering mendapatkan boga bahari atau seafood segar dari nelayan. Di waktu subuh ia kerap mendatangi pantai ketika nelayan baru selesai melaut. Suatu kali ia pernah melihat ikan tuna sebesar paha orang dewasa dan langsung tawar-menawar.

Sayang, kini ekosistem perairan Indonesia Timur mulai terancam.

“Masyarakat yang tinggal di pesisir bercerita, beberapa jenis ikan mulai sulit ditemukan, misalnya, napoleon. Ukuran tuna dan tengiri semakin kecil, wilayah tangkapnya pun semakin jauh,” kata cean Program Manager dari Yayasan EcoNusa Mida Saragih.

Kenyataan itu merupakan akibat dari eksploitasi berlebihan. Karena terlalu banyak ditangkap, proses regenerasi ikan terganggu. Apalagi, jika nelayan menggunakan alat tangkap yang merusak, seperti bom, jaring jenis cantrang atau pukat yang tidak bisa menangkap ikan secara selektif.

Ikan yang sebenarnya bukan sasaran nelayan bisa ikut tertangkap dan kemudian dibuang dalam keadaan terluka atau mati. Penangkapan ikan menjadi tak terkendali. Penangkapan memakai alat tangkap destruktif itu mengganggu proses reproduksi dan regenerasi ikan itu sendiri.

La Ode pun memberikan sejumlah kiat bagi para pecinta boga bahari untuk bisa selalu menikmati boga bahari dari kawasan timur Indonesia.

Para pencinta keindahan bawah laut Indonesia pasti sering bertemu ikan napoleon yang cantik dengan warna-warna cerahnya. Ikan ini juga bisa ditangkap dan disantap, asalkan sesuai dengan aturan pemerintah. Artinya, napoleon yang diizinkan untuk ditangkap dalam ukuran tertentu sesuai aturan.

Hingga beberapa tahun lalu, napoleon tersedia cukup banyak di lautan Indonesia Timur, namun kini populasinya mulai menurun.

Menurut La Ode, napoleon merupakan ikan laut yang dagingnya paling manis, di antara banyak ikan laut.

Jika Anda sukses menemukan ikan napoleon dan ingin memasaknya, La Ode menyarankan agar napoleon diolah dalam kondisi utuh.

Kulit napoleon yang cenderung agak tebal melindungi dagingnya yang lembut, sehingga tidak hancur ketika proses memasak. Masak saja napoleon dalam kondisi utuh. Sebab, kalau dipotong atau diiris, tekstur dagingnya bisa rusak.

Terkait dengan populasi napoleon, Mida menjelaskan bahwa cerita masyarakat pesisir tentang menghilangnya napoleon terkonfirmasi oleh data pemerintah.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), napoleon (Cheilinus undulatus) merupakan salah satu ikan karang dari famili Labridae.

Kini, stok ikan yang tergolong ikan karang sudah berstatus "merah" di laut Indonesia timur, yang artinya masuk kategori ikan yang ditangkap berlebihan dan sebarannya sangat sedikit.

Secara nasional ikan napoleon memiliki status perlindungan secara terbatas. Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, ukuran yang boleh ditangkap adalah ikan berukuran lebih kecil dari 100 gram dan berukuran antara 1.000 - 3.000 gram. Kepatuhan terhadap aturan ini harus tinggi agar menjamin kesempatan bagi kelestarian napoleon untuk berkembang biak,

La Ode yang tinggal di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, dan sehari-hari menyantap boga bahari segar, kini juga kesulitan menemukan napoleon. Di pasar-pasar di Kendari saja napoleon sulit didapatkan, sehingga dia harus mencari ke pulau sekitar, seperti Wakatobi atau Buton.

Mida menguraikan, penangkapan destruktif menyebabkan efek domino. Kelestarian napoleon terancam, rumahnya rusak karena bom. Padahal, ikan yang perlu bertelur dan berpijah, seperti napoleon, sangat bergantung pada kelestarian karang.

Kalau rumah mereka rusak, akan terjadi penurunan stok ikan secara drastis.

Konvensi tentang perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar atau CITES telah memasukkan napoleon ke dalam Appendix II atau daftar spesies yang "tidak terancam punah, namun mungkin terancam". Artinya jika perdagangan terus berlanjut tanpa pengaturan, maka kuota dan penangkapan napoleon wajib diatur oleh pemerintah.

Rasa maksimal

Siapa yang bisa menolak boga bahari bakar menggiurkan yang beberapa jam sebelumnya baru ditangkap oleh nelayan? Tanpa perlu bermacam bumbu atau rempah, boga bahari dari timur Indonesia dikenal punya cita rasa daging yang manis.

Kalau Anda beruntung menemukan boga bahari segar di pasar, tak perlu repot-repot menyediakan bumbu. Langsung bakar begitu saja, tanpa taburan atau olesan bumbu apa pun.

Tanpa terlalu banyak bumbu, boga bahari yang segar dapat dinikmati karena dagingnya masih terasa manis, sekaligus ada aroma asin dari air laut yang menambah cita rasa sedap.

Terkait cara mengolah boga bahari, Mida mengamati ada perbedaan cara mengolah boga bahari di Indonesia Timur dan Indonesia Barat.

Di timur Indonesia ketika boga bahari baru ditangkap, dalam keadaan masih segar boga bahari langsung diolah, sehingga cita rasanya masih alami dan autentik.

Bumbu yang digunakan masyarakat Indonesia Timur juga tidak sebanyak di Indonesia Barat yang terbilang kompleks. Misalnya masyarakat di Indonesia Timur senang membuat sidangan Ikan Kuah Kuning yang bumbunya hanya berupa kemangi, ketumbar, lengkuas, kunyit, dan serai.

La Ode bercerita, beberapa daerah punya hidangan ikan laut yang tidak memerlukan pemanasan dengan cara apa pun. Menyerupai hidangan Sushi khas Jepang, ikan laut segar ini cukup diiris tipis lalu diberi asam dari jeruk nipis.

Setiap daerah di Indonesia Timur punya nama masing-masing untuk hidangan ikan mentah ini.

Di Maluku namanya gohu. Ikan laut jenis apa pun hanya perlu dibubuhi perasan jeruk nipis, lalu ditambahkan kenari dan kemangi. Di Sulawesi Selatan, namanya pacco.

Nelayan sejahtera

Usai menangkap boga bahari, para nelayan biasanya menjual hasil tangkapan ke pasar lokal saja karena rata-rata merupakan nelayan kecil yang tidak punya akses ke pasar lebih besar. Tapi, nelayan di perairan Indonesia Timur bisa juga merupakan nelayan dari kawasan Barat.

Mida menjelaskan bahwa keanekaragaman ikan di perairan timur adalah yang tertinggi di Indonesia, karena terumbu karangnya masih bagus. Kelestariannya masih terjaga, sehingga biodiversitasnya lebih bagus daripada perairan Barat.

Karena itu pula, banyak orang yang menggantungkan hidupnya dengan berprofesi sebagai nelayan sepenuhnya. Wilayah tangkapnya pun cukup jauh misalnya wilayah tangkap para nelayan dari Maluku Utara bisa menjangkau 12 – 35 mil dan mereka melakukan one day fishing.

Dengan pekerjaan sebagai nelayan mereka bisa hidup sejahtera, karena di kawasan Timur masih banyak terdapat ikan. Namun, hal itu hanya bisa terjadi, jika ekosistem lautnya bagus. Seandainya terkena bom atau pasir lautnya diambil, atau terkena endapan tambang, ekosistem lautnya pasti rusak. Nelayan tidak bisa mendapatkan hasil tangkapan seperti biasa. Bisa jadi tidak ada tangkapan sama sekali atau jumlahnya menurun drastis.

Pilihannya, mereka melaut ke kawasan yang jauh. Misalnya, nelayan Sulawesi melaut ke Maluku atau mereka alih profesi, yang sebenarnya tidak mudah.

Mida melihat sendiri keruntuhan ekonomi nelayan sebagai akibat dari ekosistem laut yang rusak. Di suatu daerah di Sulawesi Selatan ada banyak perusahaan tambang yang kini tidak lagi beroperasi, tapi endapan tambangnya sudah merusak laut.

Akibatnya nelayan beralih profesi, misalnya membantu transportasi antarpulau atau ojek, namun ini tidak cukup untuk memulihkan perekonomian para nelayan yang dahulu sejahtera.

Kearifan lokal

Untuk menjaga ketersediaan boga bahari di alam, sejumlah kelompok masyarakat adat menerapkan aturan adat yang kemudian sejalan dengan aturan negara. Contohnya, di Maluku ada praktik sasi, yaitu larangan menangkap hasil laut dalam kurun waktu tertentu. Nelayan hanya boleh menangkap hasil laut saat larangan tersebut ditarik. Sementara di Sorong, Papua Barat, sistem itu disebut dengan egek.

Prinsipnya, setelah masa panen, hasil laut yang masih berada di laut dibiarkan tumbuh dan berkembang dahulu selama beberapa tahun, sebelum waktu panen berikutnya. Saat panen, masyarakat akan menjual hasil laut sesuai kesepakatan bersama.

Ketika melakukan tutup egek, mereka mengawasi alat tangkap yang boleh digunakan. Potasium sianida yang merupakan bius tradisional dilarang digunakan di wilayah tangkap mereka.

Yang menarik, Suku Moi yang tinggal di Sorong pernah menutup egek selama 6 tahun dan mereka baru membuka egek pada pertengahan tahun 2022. Hasil laut yang dilarang untuk dipanen adalah lola, lobster, dan teripang.

Durasi penutupan egek ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan kebutuhan. Egek akan dibuka sesuai kesepakatan bersama saat ada kebutuhan ekonomi di masyarakat.

Ubah perilaku

Menyikapi hasil laut yang mulai langka, mengapa kita yang perlu mengubah perilaku? Mida menegaskan apa yang kita lakukan di darat akan berpengaruh terhadap apa yang terjadi di laut.

Jika kita mengurangi sampah plastik, laut kita akan lebih bersih. Jika kita berpikir kritis, apakah ikan yang kita beli ditangkap dengan alat tangkap merusak atau tidak, serta hanya mengonsumsi ikan yang ditangkap secara lestari dan layak panen, nelayan terdorong lebih selektif memilih alat tangkap.

Karena itu kita harus menjadi konsumen yang hebat, keren, dan bijak. Pilihan kita sebagai konsumen akan menentukan cara produksi perikanan tangkap dan kesehatan laut.

Selain itu, kita juga perlu meminimalkan sampah boga bahari. Mida bercerita, di Sorong terdapat hidangan yang masuk ke bucket list banyak orang, yaitu rahang tuna bakar. Rahang tuna dioles sambal segar, lalu dibakar dan dinikmati dengan tumis kangkung.

Di Dewa Kawa, Seram Barat, Maluku, tuna hanya diambil dagingnya saja, rahang dan kepalanya dibuang. Sementara di Sorong, rahang itu menjadi makanan yang banyak dijajakan

Tekstur dagingnya kenyal, menempel di tulang sehingga sisa ikan itu ternyata bisa diolah menjadi masakan yang otentik, segar, dan menarik. Mengolah bagian ikan yang tadinya akan dibuang bisa menjadi nilai tambah dan pemasukan baru bagi masyarakat.

La Ode juga mengajak pencinta boga bahari untuk sama-sama menjaga ekosistem laut. Cara paling mudah adalah tidak mengonsumsi hasil laut yang memang belum layak untuk dipanen, misalnya telur kepiting dan bayi gurita karena itu sama dengan memusnahkan ribuan bibit. Akibatnya, populasi mereka bisa habis.(Ant)

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])