Nusantaratv.com - Badan Pengawas Obat (BPOM) menargetkan perizinan tiga merek vaksin Covid-19 yang bakal digunakan sebagai dosis ketiga alias booster pada Januari 2022 tuntas pada akhir tahun. Kepala BPOM Penny Lukito memaparkan, ketiga merek vaksin itu antara lain Pfizer, AstraZeneca, dan CoronaVac atau Sinovac. Menurut dia, ketiganya saat ini sedang diproses untuk mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Used Authorization (EUA) homologous bagi masyarakat di atas usia 18 tahun.
"Secara homologous juga sudah berproses tiga jenis vaksin Covid-19 untuk booster, jadi artinya menggunakan data dari uji klinik yang dilakukan di luar negeri," ujar Penny dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/12/2021).
"Pertama ada vaksin Pfizer yang berproses mendapatkan EUA homologous untuk usia 18 tahun ke atas. Lalu, vaksin AstraZeneca juga untuk booster 18 tahun ke atas, yang ketiga adalah vaksin Sinovac CoronaVac untuk booster homologous untuk usia 18 tahun ke atas," sambung dia.
Lebih lanjut, Penny berharap, seluruh proses perizinan booster Covid-19 tersebut dapat dirampungkan sebelum akhir tahun nanti. Apabila sesuai rencana, maka target penyuntikan booster akan dapat dimulai pada Januari 2022.
"Mudah-mudahan sudah bisa kita kejar (EUA) di bulan Desember, semoga kita bisa mengeluarkan izin penggunaan darurat sebelum timeline vaksinasi booster Januari 2022," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan nantinya akan ada dua skenario penyuntikan vaksin booster Covid-19 bagi masyarakat.
Skenario pertama, biaya penyuntikan vaksin booster akan ditanggung sepenuhnya oleh negara. Akan tetapi, hal tersebut hanya ditujukan bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan saja.
Pasalnya, Kemenkes menilai lansia merupakan kelompok yang rentan setelah tenaga kesehatan, sehingga perlu mendapatkan prioritas untuk booster Covid-19.
"Untuk vaksinasi booster tahun depan kita akan bagi dua skenario, untuk vaksinasi lansia dan PBI (Penerima Bantuan Iuran) non lansia, itu akan ditanggung negara," jelasnya.
Skenario kedua, vaksin booster Covid-19 akan diberikan secara mandiri alias berbayar bagi seluruh warga non lansia yang tidak ikut BPJS Kesehatan. Pemerintah juga akan membuka kesempatan bagi perusahaan farmasi untuk mengimpor vaksin dan menjualnya secara luas ke masyarakat.
Masyarakat umum yang sudah menerima dua dosis, menurutnya, diberikan akses dan pilihan lebih banyak untuk vaksin booster. Budi berkata, langkah ini diharapkan bisa melahirkan keseimbangan di pasar dan masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mengakses vaksin booster Covid-19.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, jumlah vaksin booster Covid-19 yang dibiayai APBN ialah 83,1 juta, sedangkan jumlah vaksin booster Covid-19 non-APBN yang dibutuhkan adalah 125,2 juta.
"Booster ini akan kita berikan kembali berbasis risiko, yaitu orang-orang lansia, karena di mana pun di seluruh dunia booster ini dibagikan berbasis risiko, sesudah nakes [tenaga kesehatan] itu diberikan kepada lansia," kata Budi.
Budi mengatakan, nantinya masyarakat dapat mengakses layanan booster Covid-19 di seluruh fasilitas kesehatan (faskes) yang ada. Terkecuali Puskesmas dan KKP yang difokuskan untuk mengejar penyuntikan vaksin Covid-19 dosis satu dan dua.
"Harga batas atas dari produk dan layanan dari vaksin booster yang non-APBN ini akan ditentukan pemerintah," imbuhnya.