Nusantaratv.com - Jagat media sosial dikejutkan dengan eksistensi komunitas La Sape di Kongo. Komunitas ini tampil gaya dengan pakaian yang penuh warna dan keren. Itu sejalan dengan motto mereka rela hidup susah asal bisa tampil gaya.
La Sape adalah singkatan dari Société des ambianceurs et des personnes elegantes atau Society of Atmosphere-setters and Elegant People.
Sejarah La Sape diyakini bermula di awal abad ke-20 di masa penjajahan Belgia-Prancis di mana budak Kongo bekerja untuk mendapatkan pakaian bekas.
Di luar jam kerja, para pria Kongo mulai berpakaian seperti "pria Prancis" yang fashionable, ditandai dengan pakaian warna-warni, sepatu mewah, aksesoris seperti topi bowler, tongkat, dan kacamata hitam. Mengenakan pakaian seperti itu, mereka merasa keren dan mendapatkan energi serta kegembiraan.
Mereka kemudian disebut sapeurs (atau sapeuses bagi perempuan). Kala itu, La Sape adalah bentuk eskpresi sosial dari orang-orang yang pernah dijajah. Sapeurs menggunakan gerakan ini sebagai pelarian dari kesengsaraan mereka, yang kemudian menjadi inspirasi bagi komunitas lain.
Namun seiring perkembangan dan waktu, La Sape kini menjelma menjadi ideologi gerakan tentang menjadi bahagia dan elegan bahkan jika seseorang sebenarnya kekurangan makan. La Sape lebih dari sebuah subkultur. Ini adalah bagian penting dari budaya Kongo. Bahkan, para politisi dan musisi menghormati gerakan ini.
Aime Champaigne, salah satu pengikut gerakan La Sape mengatakan bagi dirinya
La Sape hanyalah tentang kebersihan. Dia merasa nyaman dengan setelan Ozwald Boateng, jadi dia memakainya.
Sebaliknya, orang-orang Kongo yang skeptis tentang La Sape mendefinisikan gerakan ini sebagai obsesi yang membuat mereka kecanduan dan tidak dapat dihentikan bahkan jika kita merasa hal itu salah. (dari berbagai sumber)