Kalau Dulu Terkenal dengan Hara-Kiri, Kini di Jepang Muncul Fenomena ‘Menguap’, Bagaimana Caranya?

Nusantaratv.com - 22 Oktober 2021

Ilustrasi, Jouhatsu (elredondelito.es)
Ilustrasi, Jouhatsu (elredondelito.es)

Penulis: Supriyanto

Nusantaratv.comHara-Kiri adalah tindakan bunuh diri yang menjadi budaya di Jepang pada zaman kuno hingga abad ke-20. Tradisi Hara-Kiri biasanya dilakukan terutama oleh prajurit terhormat dengan kesadaran untuk menghindari penangkapan oleh musuh. Hara-Kiri hanya dilakukan oleh para samurai (prajurit). 

Secara harfiah, Hara-Kiri berarti “memotong perut”. Namun, orang Jepang memilih istilah yang lebih elegan, seppuku, meskipun memiliki arti yang sama.

Di zaman modern sekarang ini, tradisi ini sudah jarang dilakukan. Kasus terakhir Seppuku dilakukan oleh penulis dan sutradara film kenamaan Jepang, Yukio Mishima, pada tahun 1970 setelah percobaan kudeta yang gagal. Peristiwa ini dikenal dengan “Mishima Incident”.

Memang, angka bunuh diri di Jepang masih tergolong tinggi. Beban kerja yang berat, kehidupan yang nggak menyenangkan, hingga masalah-masalah lain membuat mereka memutuskan untuk mengakhiri kehidupan. Namun, kini banyak orang Jepang yang masih ingin tetap hidup namun juga nggak ingin lagi mengalami masalah-masalah itu. Akhirnya, mereka pun memilih untuk melakukan jouhatsu.

Kalau melihat arti dari bahasa aslinya, jouhatsu bisa dianggap sebagai “menguap”. Kamu tahu sendiri kan kalau benda menguap, seperti air, misalnya, nggak bakal terlihat lagi jejaknya sehingga seperti hilang begitu saja. Nah, hal inilah juga yang dilakukan para pelaku jouhatsu.

Menurut catatan dari Statistika Research Department, pada 2018 lalu ada 87.960 orang yang menghilang di Negeri Sakura. Kebanyakan orang yang menghilang ini mengalami masalah ekonomi dan sosial layaknya memiliki hutang banyak, nggak lagi punya pekerjaan, memiliki aib sehingga merasa malu, hingga ingin memiliki kebebasan dari tekanan hidup.

Menurut sosiolog dari Jepang Hiroki Nakamori yang sudah meneliti fenomena ini sejak satu dekade belakangan, menyebutkan prilaku jouhatsu sudah mulai dilakukan sejak 1960-an. Mereka yang melakukannya bakal benar-benar menghilang, meninggalkan keluarganya, pekerjaannya, teman-temannya, studinya, dan memutuskan untuk memulai hidup baru dengan identitas yang baru.


Polisi nggak begitu mengurus pelaku jouhatsu karena adanya aturan menjunjung tinggi privasi di sana. (Flickr/ Wegdekstreepje)

Bahkan, sampai ada yang rela mengubah tatanan rambutnya atau memakai rambut palsu. Sejumlah orang bahkan sampai melakukan operasi plastik!

Lantas, mengapa mereka bisa sampai melakukannya?  Hal ini disebabkan oleh privasi yang dijunjung tinggi oleh pemerintah Jepang kepada warganya. Alhasil, pelaku jouhatsu bisa menarik uang dari ATM atau tinggal di tempat lain tanpa perlu memakai tanda pengenal. Polisi nggak mau campur tangan kecuali untuk kasus kejahatan dan kecelakaan.

Menariknya, di Jepang ada lo perusahaan yang menyediakan jasa bagi orang-orang yang ingin melakukan jouhatsu. Cukup dengan membayar sejumlah uang, mereka bisa benar-benar memulai hidup baru dan menghilang dari kehidupan lamanya.

Kalau keluarga ingin mencari anggota keluarga yang menghilang ini, mereka harus menyewa detektif swasta yang biayanya biasanya cukup mahal. Meski begitu, kebanyakan keluarga nggak mau lagi membahas orang-orang yang sudah menghilang karena adanya stigma buruk terkait hal ini. Jadi, setelah menghilang, orang-orang yang melakukan jouhatsu ini bisa benar-benar menemukan kedamaiannya sendiri.

Kamu tertarik nggak ikutan fenomena jouhatsu alias benar-benar menghilang dari kehidupanmu demi membangun kehidupan baru.

Sumber: inibaru.id

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])